Cakrabuwana’s Weblog

RETNANI ANISAH/1402408159

Posted on: September 28, 2008

PRESENTASI

LINGUISTIK UMUM

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK

KARYA DRS. ABDUL CHAER

 

 

 

Disusun untuk memenuhi tugas

pada mata kuliah Bahasa Indonesia

 

 

 

 

 

 

<!–[if gte vml 1]> <![endif]–><!–[if !vml]–><!–[endif]–>

 

 

 

 

 

 

 

Disusun oleh:

Retnani Anisah

NIM:1402408159

 

 

 

 

 

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2008

 

TATARAN LINGUISTIK (4):

SEMANTIK

 

 

Sejalan dengan adanya subsistem bahasa, dalam linguistik mikro terdapat adanya subdisiplin linguistk semantik yang menyelidiki makna bahasa baik yang bersifat leksikal, gramatikal, maupun kontekstual. Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau di semua tataran yang bangun membangun. Tapi menurut pendapat kaum strukturalis umumnya, bahwa makna yang menjadi objek semantik adalah sangat tidak jelas, oleh karenanya disebut bersifat periferal.

Chomsky, bapak linguistik transformasi (1965) menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen semantik ini. Sejak saat itu, semantik menjadi objek yang setaraf dengan bidang-bidang studi linguistik lainnya.

1. HAKIKAT MAKNA

Menurut Ferdinand de Saussure, makna adalah ‘pengertian’ atau konsep yang terdapat pada sebuah tanda-linguistik. Masalahnya, di dalam praktek berbahasa tanda-linguistik itu berwujud apa. Kalau tanda linguistik itu disamakan identitasnya dengan kata atau leksem, maka berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap kata atau leksem;kalau tanda linguistik itu disamakan identitasnya dengan morfem, maka makna itu adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem, baik yang disebut morfem dasar maupun morfem afiks.Ada juga teori yang menyatakan bahwa makna tidak lain dari pada sesuatu atau referen yang diacu oleh kata atau leksem itu.

2. JENIS MAKNA

Makna bahasa itu bermacam-macam bila dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda. Berbagai nama jenis makna telah dikemukakan orang dalam berbagai buku linguistik.

<!–[if !supportLists]–>· <!–[endif]–>Makna Leksikal, Gramatikal dan Kontekstual

Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apa pun atau makna apa adanya.

Berbeda dengan makna leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi. Umpamanya, dalam proses afiksasi prefiks ber- dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan atau memakai baju’.

Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Makna konteks juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu.

<!–[if !supportLists]–>· <!–[endif]–>Makna Referensial dan Non-Referensial

Sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial kalau ada referensnya, atau acuannya. Sebaliknya kata-kata yang tidak bermakna referensial adalah yang tidak mempunyai referens.

Ada sejumlah kata yang disebut kata-kata deiktik, yang acuannnya tidak menetap pada satu maujud, melainkan dapat berpindah dari maujud yang satu kepada maujud lain. Yang termasuk kata-kata deiktik adalah kata-kata yang termasuk pronomina(dia,saya,dan kamu).

<!–[if !supportLists]–>· <!–[endif]–>Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya. Jadi, makna denotatif ini sebenarnya sama dengan makna leksikal. Sedangkan makna konotatif adalah makna lain yang “ditambahkan” pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari pengguna kata tersebut.

<!–[if !supportLists]–>· <!–[endif]–>Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Menurut Leech(1976), yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Sedangkan makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Ke dalam makna asosiasi ini dimasukkan juga makna konotatif, makna stilistika, makna afektif dan makna kolokatif.

Makna konotatif masuk dalam makna asosiatif adalah karena kata-kata tersebut berasosiasi dengan nilai rasa terhadap kata itu. Makna stilistika berkenaan dengan pembedaan penggunaan kata sehubungan dengan perbedaan sosial atau bidang kegiatan. Makna afektif berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan. Makna afektif lebih nyata terasa dalam bahasa lisan. Makna kolokatif berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimiliki sebuah kata dari sejumlah kata-kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok untuk digunakan berpasangan dengan kata tertentu lainnya.

<!–[if !supportLists]–>· <!–[endif]–>Makna Kata dan Makna Istilah

Makna kata masih bersifat umum, kasar, dan tidak jelas. Berbeda dengan kata, maka yang disebut istilah mempunyai makna yang pasti, jelas, tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks.

<!–[if !supportLists]–>· <!–[endif]–>Makna Idiom dan Peribahasa

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat “diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal. Biasanya dibedakan 2 macam idiom, yaitu idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh semua unsur-unsurnya sudah melebur jadi satu, sedangkan idiom sebagian, salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri.

Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya “asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa.

3. RELASI MAKNA

Yang dimaksud relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Dalam pembicaraan ini, biasanya dibicarakan masalah-masalah sebagai berikut:

<!–[if !supportLists]–>· <!–[endif]–>Sinonim

Sinonim atau sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya.

<!–[if gte vml 1]> <![endif]–><!–[if !vml]–><!–[endif]–><!–[if gte vml 1]> <![endif]–><!–[if !vml]–><!–[endif]–> benar betul

Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama. Itu karena berbagai faktor:

<!–[if !supportLists]–>1. <!–[endif]–>faktor waktu

<!–[if !supportLists]–>2. <!–[endif]–>faktor tempat atau wilayah

<!–[if !supportLists]–>3. <!–[endif]–>faktor keformalan

<!–[if !supportLists]–>4. <!–[endif]–>faktor sosial

<!–[if !supportLists]–>5. <!–[endif]–>bidang kegiatan

<!–[if !supportLists]–>6. <!–[endif]–>faktor nuansa makna

<!–[if !supportLists]–>· <!–[endif]–>Antonim

Antonim atau antonimi adalah hubungan semantik antara dua buah ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan. Dilihat dari sifat hubungannya, maka antonimi dapat dibedakan, antara lain:

1. antonimi yang bersifat mutlak (hidup >< mati)

2. antonimi yang bersifat relatif (besar >< kecil)

3. antonimi yang bersifat relasional (membeli >< menjual)

4. antonimi yang bersifat hierarkial (tamtama >< bintara)

<!–[if !supportLists]–>· <!–[endif]–>Polisemi

Polisemi adalah kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Biasanya, makna pertama (yang didaftarkan dalam kamus) adalah makna sebenarnya, makna leksikalnya, makna denotatifnya, atau makna konseptualnya..Yang lain adalah makna-makna yang dikembangkan.

<!–[if !supportLists]–>· <!–[endif]–>Homonimi

Homonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya “kebetulan” sama, maknanya berbeda. Pada kasus homonimi ada dua istilah lain:

<!–[if !supportLists]–>1. <!–[endif]–>homofoni, adalah adanya kesamaan bunyi (fon) antara dua satuan ujaran, tanpa memperhatikan ejaannya.

<!–[if !supportLists]–>2. <!–[endif]–>homografi, adalah bentuk ujaran yang sama ortografinya atau ejaannya, tetapi ucapan dan maknanya tidak sama.

Masalah mengenai homonimi yang cukup ruwet adalah apa bedanya dengan polisemi. Patokan pertama yang harus dipegang adalah bahwa homonimi adalah dua buah bentuk ujaran atau lebih yang “kebetulan” bentuknya sama, dan maknanya tentu saja berbeda. Sedangkan polisemi adalah sebuah bentuk ujaran yang memiliki makna lebih dari satu. Makna-makna dalam polisemi, meskipun berbeda, tetapi dapat dilacak secara etimologi dan semantik, bahwa makna-makna itu masih mempunyai hubungan. Sebaliknya makna-makna dalam dua bentuk homonimi tidak mempunyai hubungan sama sekali.

<!–[if !supportLists]–>· <!–[endif]–>Hiponimi

Hiponimi adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain. Relasi hiponimi bersifat searah.

burung

<!–[if gte vml 1]><![endif]–><!–[if !vml]–><!–[endif]–><!–[if gte vml 1]><![endif]–><!–[if !vml]–><!–[endif]–><!–[if gte vml 1]><![endif]–><!–[if !vml]–><!–[endif]–><!–[if gte vml 1]><![endif]–><!–[if !vml]–><!–[endif]–><!–[if gte vml 1]><![endif]–><!–[if !vml]–><!–[endif]–><!–[if gte vml 1]><![endif]–><!–[if !vml]–><!–[endif]–>

 

 

merpati tekukur perkutut balam kepodang cucakrawa

<!–[if !supportLists]–>· <!–[endif]–>Ambiguiti atau Ketaksaan

Ambiguiti atau ketaksaan adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Tafsiran gramatikal yang berbeda ini umumnya terjadi pada baha tulis, karena dalam bahasa tulis unsur suprasegmental tidak dapat digambarkan dengan akurat.

Sering juga dipersoalkan orang bagaimana kita dapat membedakan ambiguiti dan homonimi. Perlu diingat bahwa homonimi adalah dua buah bentuk atau lebih yang kebetulan bentuknya sama, sedangkan ambiguiti adlah sebuah bentuk dengan dua tafsiran makna atau lebih. Lalu, timbul masalah lain, apa bedanya ambiguiti dengan polisemi, sebab kedua-duanya adalah satu bentuk tetapi mempunyai makna lebih dari satu. Polisemi biasanya hanya pada tataran kata;dan makna-makna yang dimilikinya yang lebih dari satu itu, berasal dari ciri-ciri atau komponen-komponen makna leksikal yang dimilikinya. Oleh karena itu, makna-maknanya itu masih mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lain. Sedangkan ambiguiti adalah satu bentuk ujaran yang mempunyai makna lebih dari satu sebagai akibat perbedaan tafsiran gramatikal.

<!–[if !supportLists]–>· <!–[endif]–>Redundansi

Istilah redundansi biasanya diartikan sebagai berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. Umpamanya kalimat Bola itu ditendang oleh Dika. Penggunaan kata oleh dianggap redundans.

4.PERUBAHAN MAKNA

Secara sinkronis makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah;tetapi secara diakronis ada kemungkinan dapat berubah. Maksudnya, dalam masa yang relatif singkat, makna sebuah kata akan tetap sama, tidak berubah;tetapi dalam waktu yang relatif lama ada kemungkinan makna sebuah kata akan berubah. Ada kemungkinan ini bukan berlaku untuk semua kosakata yang terdapat dalam sebuah bahasa, melainkan hanya terjadi pada sejumlah kata saja, yang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:

<!–[if !supportLists]–>1. <!–[endif]–>perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi

<!–[if !supportLists]–>2. <!–[endif]–>perkembangan sosial budaya

<!–[if !supportLists]–>3. <!–[endif]–>perkembangan pemakaian kata

<!–[if !supportLists]–>4. <!–[endif]–>pertukaran tanggapan indra

<!–[if !supportLists]–>5. <!–[endif]–>adanya asosiasi

Perubahan makna kata atau satuan ujaran itu ada beberapa macam.

<!–[if !supportLists]–>1. <!–[endif]–>perubahan yang meluas, artinya kalau tadinya sebuah kata bermakna ‘A’, maka kemudian menjadi bermakna ‘B’.

<!–[if !supportLists]–>2. <!–[endif]–>perubahan yang menyempit, artinya kalau tadinya sebuah kata atau satuan ujaran memiliki makna yang sangat umum menjadi sangat khusus.

<!–[if !supportLists]–>3. <!–[endif]–>perubahan makna secara total, artinya makna yang dimiliki sekarang sudah jauh berbeda dengan makna aslinya.

5. MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA

<!–[if !supportLists]–>· <!–[endif]–>Medan Makna

Medan makna (semantic domain, semantic field) atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu. Berdasarkan sifat hubungan semantisnya dapat dibedakan atas:

<!–[if !supportLists]–>1. <!–[endif]–>Kelompok medan kolokasi

Menunjuk pada hubungan sintagmantik yang terdapat antara kata-kata atau unsur- unsur leksikal itu.

<!–[if !supportLists]–>2. <!–[endif]–>Kelompok medan set

Menunjuk pada hubungan paradigmatik, karena kata-kata yang berada dalam satu kelompok set itu saling bisa disubstitusikan.

<!–[if !supportLists]–>· <!–[endif]–>Komponen Makna

Setiap kata, leksem, atau butir leksikal tentu mempunyai makna. Makna yang dimiliki oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen (yang disebut komponen makna), yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Komponen makna ini dapat dianalisis, dibutiri, atau disebutkan satu persatu berdasarkan “pengertian-pengertian” yang dimilikinya. Analisis komponen makna dapat dimanfaatkan untuk mencari perbedaan dari bentuk-bentuk yang bersinonim. Kegunaan analisis komponen yang lain adalah untuk membuat prediksi makna-makna gramatikal afiksasi, reduplikasi, dan komposisi dalam bahasa indonesia. Bahwa analisis komponen ini dapat digunakan untuk meramalkan makna gramatikal, dapat juga kita lihat pada proses reduplikasi dan proses komposisi.

<!–[if !supportLists]–>· <!–[endif]–>Kesesuaian Semantik dan Sintaktik

Berterima tidaknya sebuah kalimat bukan hanya masalah gramatikal, tetapi juga masalah semantik.

“ Kambing yang Pak Udin terlepas lagi ”.

Ketidakberterimaan kalimat tersebut adalah karena kesalahan gramatikal, yaitu adanya konjungsi yang antara kambing dan Pak Udin.

 

“ Nenek membaca komik ”.

Kalimat tersebut berterima karena antara kata nenek dan membaca ada persesuaian semantis, dan antara kata membaca dan komik juga ada persesuaian semantis.

Analisis persesuaian semantik dan sintaktik tentu saja harus memperhitungkan komponen makna kata secara lebih terperinci. Selain itu, masalah metafora tampaknya juga perlu disingkirkan.

 

Tinggalkan komentar


  • cakrabuwana: Dari : Dita Priska P.S (1402408072) Untuk : Mita Yuni H (1402408331) menurut saya resume yang anda buat cukup bagus dan lengkap. semua sub bab dij
  • cakrabuwana: Dari : Ruwaida Hikmah (1402408236) Buat : Titis Aizah (1402408143) Menurut saya resume yang anda buat sudah cukup bagus dan sistematis. Setiap sub
  • cakrabuwana: cakra data yg km upload da yg slh(namanya keliru) di data upload tlsnnya 'linguistik morfologi winda (seharusnya namanya LIHAYATI HASANAH) tlg di betu

Kategori