Cakrabuwana’s Weblog

Archive for the ‘Uncategorized’ Category

Nama : Dinar Dwie Santoso
NIM : 1402408092

SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK
Ada yang tahu tentang perkembangan sejarah linguistik? Dalam sejarah perkembangannya, linguistik dipenuhi dengan berbagai aliran, paham, pendekatan dan teknik penyelidikan yang dari luar tampaknya sangat ruwet, saling berlawanan. Namun untuk mengetahui lebih jelas sejarah dan aliran linguistik dari zaman purba sampai zaman mutakhir, ayo kita pelajari bersama.

Linguistik Tradisional
Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan semantik. Untuk lebih tahu bagaimana terbentuknya tata bahasa tradisional yang telah melalui masa yang sangat panjang, zaman per zaman, mulai zaman Yunani sampai masa menjelang munculnya linguistik modern. Mari kita pelajari bersama:
Linguistik Zaman Yunani (± abad ke – 5 SM)
Pada masa ini yang menjadi pertentangan para linguis adalah:
Bersifat Fisis dan Nomos
Bersifat fisis/alami maksudnya bahasa itu mempuyai hubungan asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti diluar manusia itu sendiri sedangkan bahasa yang bersifat nomos/konvensi artinya, makna-makna kata itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi/kebiasaan yang mempunyai kemungkinan bisa berubah.
Berikut ini beberapa kaum/tokoh yang mempunyai peranan besar pada zaman Yunani:
Kaum Sophis
Mereka dikenal antara lain karena mereka bekerja secara empiris, pasti, mementingkan bidang retorika dan bisa membedakan tipe kalimat berdasarkan isi dan makna. Tokoh: Protogoras, Georgias.
Plato (429 – 347 SM)
Aristoteles (384 – 322 SM)
Aristoteles selalu bertolak dari logika.
Kaum Stoik
Kaum Alexandrian
Kaum ini mewarisi Dionysius Thrax, buku ini yang kemudian dijadikan model dalam penyusunan buku tata bahasa Eropa lainnya.

Zaman Romawi
Tokoh yang terkenal pada zaman ini
Varro dan “De Lingua Latina”
Institutiones Grammaticase/Tata Bahasa Priscia
Buku ini menjadi dasar tata bahasa latin dan filsafat zaman pertengahan.

Zaman Pertengahan
Dari zaman pertengahan ini yang patut di bicarakan dalam studi bahasa, antara lain adalah:
Kaum Modistae yang masih membicarakan pertentangan antara fisis dan nomos, dan pertentangan antara analogi dan anomali.
Tata bahasa Spekulativa, merupakan hasil integrasi deskripsi gramatikal bahasa latin (seperti yang dirumuskan oleh Priscia) ke dalam filsafat skolastik.
Petrus Hispanus. Peranannya di bidang linguistik antara lain:
Memasukkan psikologi dalam analisis makna bahasa
Membedakan nomen atas 2 macam
Membedakan prates orationes atas categorematik dan syntategorematik.

Zaman Renainans
Pada zaman ini ada 2 hal yang menonjol yaitu:
Selain menguasai bahasa latin, sarjana-sarjana pada waktu itu juga menguasai bahasa Yunani, Ibrani, dan Bahasa Arab.
Selain bahasa di atas, bahasa-bahasa Eropa lainnya juga mendapat perhatian dalam bentuk pembahasan, penyusunan tata bahasa, dan membandingkan.

Menjelang Lahirnya Linguistik Modern
Konsep dan pegangan tata bahasa tradisional terhadap bahasa tidak sama dengan konsep menurut linguistik modern.

Linguistik Strukturalis
Linguistik strukturalis berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri yang dimiliki bahasa itu. Bapak linguitik modern, yaitu Ferdinand de Saussure.
Ferdinand de Saussure
Dianggap sebagai Bapak Linguistik modern karena pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya “Course de Linguistique Generale” berisi mengenai konsep: 1) telaah sinkronik dan diakronik, 2) perbedaan language dan parae, 3) perbedaan signifiant dan signie, 4) hubungan sintagmatik dan paradigmatik banyak berpengaruh dalam perkembangan linguistik di ekmudian hari.

Aliran Glosematik
Tokohnya: Louis Hjemslev (1899 – 1965), karena usahanya membuat ilmu bahasa menjadi ilmu yang berdiri sendiri, bebas dari ilmu lain, dengan peralatan, metodologis dan terminologis sendiri. Hjemslev menganggap bahasa sebagai suatu sistem hubungan dan mengakui adanya hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik.

Aliran Firthian
Namanya John R. Firth (1890 – 1960) guru besar Universitas London yang sangat terkenal karena teorinya mengenai fonolofi prosodi, karena itu aliran yang dikembangkannya dikenal dengan nama Aliran Prosodi; tetapi disamping itu dikenal pula dengan nama Aliran Firth, atau Aliran Firthian, atau Aliran London. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Firth berpendapat telaah bahasa harus memperhatikan komponen sosiologis.

Linguistik
Tokoh: M. A. K. Halliday, karangannya “Categories of the Theory of Grammar”.
Leonard Bloomfield dan Strukturalis Amerika
Beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya aliran ini antara lain:
Pada masa itu para linguis di Amerika menghadapi masalah yang sama yaitu banyak sekali bahasa Indian di Amerika.
Sikap Bloomfield yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada masa itu di Amerika, yaitu filsafat behaviorisme.
Diantara linguis-lingui itu ada hubungan yang baik karena adanya The Linguistic Society of America, yang menerbitkan majalah Language.

Aliran Tagmemik
Dipelopori oleh Kenneth L. Pike.

Linguistik Transformasional dan Aliran-Aliran Sesudahnya
Tata Bahasa Transformasi
Tata bahasa transformasi lahir dengan terbitnya buku Noam Chomsky yang berjudul Syntactic Structure. Menurut Chomsky tata bahasa harus memenuhi 2 syarat yaitu:
Kalimat yang dihasilkan dari tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahasa tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.
Tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan/istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja dan semuanya ini harus sejajar dengan teori linguitik tertentu. Tata bahasa transformasi berusaha mendeskripsikan ciri-ciri kesemestaan bahasa.

Segmantik Generatif
Tokoh: Postal, Lakkoff, Mc Cawly, dan Kiparsky. Menurut teori generatif semantik, struktur semantik dan struktur sintaksis bersifat homogen, dan untuk menghubungkan kedua struktur itu cukup hanya dengan kaidah transformasi saja. Menurut semantik generatif, sudah seharusnya semantik dan sintaksis diselidiki bersama sekaligus karena keduanya adalah satu. Struktur semantik itu serupa dengan struktur logika, berupa ikatan tidak berkala antara predikat dengan seperangkat argumen dalam suatu proposisi. Menurut teori semantik generatif, argumen adalah segala sesuatu yang dibicakan: sedangkan predikat itu semua yang menunjukkan hubungan, perbuatan, sifat, keanggotaan, dan sebagainya. Jadi, dalam menganalisis sebuah kalimat, teori ini berusaha mengabstrasikan predikatnya dan menentukan argumen-argumennya.

Tata Bahasa Kasus
Tata bahasa kasus atau teori kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam karangannya berjudul “The Cese for Case” tahun 1968 yang dimuat dalam buku Bach, E. dan R. Harms Universal in Linguistic Theory, terbitan Holt Rinehart dan Winston. Dalam karangannya yang terbit tahun 1968 itu Fillmore membagi kalimat atas (1) modalitas, yang bisa berupa unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia; dan (2) proposisi, yang terdiri dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus. Persamaan antara teori semantik generatif dengan teori kasus, yaitu sama-sama menumpukkan teorinya pada predikat atau verba.

Tata Bahasa Relasional
Tata bahasa relasional muncul pada tahun 1970-an sebagai tantangan langsung terhadap beberapa asumsi yang paling mendasar dari teori sintaksis yang dicanangkan oleh aliran tata bahasa transformasi. Tokoh-tokoh aliran ini, antara lain, David M. Perlmutter dan Paul M. Postal. Buah pikiran mereka tentang tata bahasa ini dapat dibaca dalam karangan mereka, antara lain, Lectures onRelational Grammar (1974), “Relational Grammar” dalam syntax and Semantics vol. 13 (1980), dan Studies in Relational Grammar I (1983). Dalam hal ini tata bahasa relasional (TR) banyak menyerang tata bahasa transformasi (TT), karena menganggap teori-teori TT itu tidak dapat diterapkan pada bahasa-bahasa lain selain bahasa Inggris. Menurut teori bahasa relasional, setiap struktur klausa terdiri dari jaringan relasional (relational network) yang melibatkan tiga macam maujud (entry), yaitu:
Seperangkat simpai (nodes) yang menampilkan elemen-elemen di dalam suatu struktur;
Seperangkat tanda relasional (relational sign) yang merupakan nama relasi gramatikal yang disandang oleh elemen-elemen itu dalam hubungannya dengan elemen lain;
Seperangkat “coordinates” yang dipakai untuk menunjukkan pada tatara yang manakah elemen-elemen itu menyandang relasi gramatikal tertentu terhadap elemen yang lain.

Tentang Linguistik di Indonesia
Sebagai negeri yang sangat luas yang dihuni oleh berbagai suku bangsa dengan berbagai bahasa daerah yang berbeda pula, maka Indonesia sudah lama menjadi medan penelitian linguistik. Sesuai dengan masanya, penelitian bahasa-bahasa daerah itu baru sampai pada tahap deskripsi sederhana mengenai sistem fonologi, morfologi, sintaksis, serta pencatatan butir-butir leksikal beserta terjemahan maknanya dalam bahasa Belanda atau bahasa Eropa lainnya, dalam bentuk kamus.

Konsep-konsep linguistik modern seperti yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure sudah bergema sejak awal abad XX (buku de Saussure terbit 1913). Awal tahun tujuh puluhan dengan terbitnya buku Tata Bahasa Indonesia karangan Gorys Keraf, perubahan sikap terhadap linguistik modern mulai banyak terjadi. Buku Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia karangan Sutan Takdir Alisjahbana, yang sejak tahun 1947 banyak digunakan orang dalam pendidikan formal, mulai ditinggalkan. Kedudukannya diganti oleh buku Keraf, yang isinya memang banyak menyodorkan kekurangan-kekurangan tata bahasa tradisional, dan menyajikan kelebihan-kelebihan analisis bahasa secara struktural.

Sejalan dengan perkembangan dan makin semaraknya studi linguistik, yang tentu saja dibarengi dengan bermunculannya linguis-lingui Indonesia, baik yang tamatan luar negeri maupun dalam negeri, pada tanggal 15 November tahun 1975, atas prakarsa sejumlah linguis senior, berdirilah organisasi kelinguistikan yang diberi nama Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI). Anggotanya adalah para linguis yang kebanyakan bertugas sebagai pengajar di perguruan tinggi negeri atau swasta dan di lembaga-lembaga penelitian kebahasaan.

Penyelidikan terhadap bahasa-bahasa daerah Indonesia dan bahasa nasional Indonesia, banyak pula dilakukan orang di luar Indonesia.

Sesuai dengan fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa negara, maka bahasa Indonesia tampaknya menduduki tempat sentral dalam kajian linguistik dewasa ini, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Pelbagai segi dan aspek bahasa telah dan masih menjadi kajian yang dilakukan oleh banyak pakar dengan menggunakan pelbagai teori dan pendekatan sebagai dasar analisis. Dalam kajian bahasa nasional Indonesia di Indonesia tercatat nama-nama seperti Kridalaksana, Kaswanti Purwo, Dardjowidjojo, dan Soedarjanto, yang telah banyak menghasilkan tulisan mengenai pelbagai segi dan aspek bahasa Indonesia.


Nama : Windarti
NIM : 1402408201

LINGUISTIK SEBAGAI ILMU
Linguistik adalah ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya.

Keilmiahan Linguistik
. Pada dasarnya setiap ilmu, termasuk juga ilmu linguistik, telah mengalami tiga tahap perkembagan sebagai berikut.
Tahap pertama, yakni tahap spekulasi. Artinya kesimpulan itu dibuat tanpa didukung oleh bukti-bukti empiris dan dilaksanakan tanpa prosedur-prosedur tertentu. Tindakan spekulatif seperti ini kita lihat misalnya, dalam bidang geografi dulu orang berpendapat bahwa bumi ini berbentuk datar seperti meja.
Tahap kedua, adalah tahap observasi dan klasifikasi. Pada tahap ini para ahli dibidang bahasa baru mengumpulkan dan menggolong-golongkan segala fakta bahasa dengan teliti tanpa memberi teori atau kesimpulan apapun. Bahasa-bahasa di Nusantara didaftarkan, ditelaah ciri-cirinya, lalu dikelompokkan berdasarkan kesamaan-kesamaan ciri yang dimiliki bahasa-bahasa tersebut. .
Tahap ketiga, adalah tahap adanya perumusan teori. Pada tahap ini setiap disiplin ilmu berusaha memahami masalah-masalah dasar dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai masalah-masalah itu berdasarkan data empiris yang dikumpulkan.
Disiplin linguistik itu sekarang sudah bisa dikatakan merupakan kegiatan ilmiah. Tindakan tidak spekulatif dalam kegiatan ilmiah berarti tindakan itu dalam menarik kesimpulan atau teori harus didasarkan pada data empiris, yakni data yang nyata ada, yang terdapat dari alam yang wujudnya dapat diobservasi.
Linguistik sangat mementingkan data empiris dalam melaksanakan penelitiannya. Itulah sebabnya, bidang semantik tidak atau kurang mendapat perhatian dalam linguistik strukturalis dulu karena makna, yang menjadi objek semantik, tidak dapat diamati secara empiris.
Kegiatan empiris biasanya bekerja secara induktif dan deduktif dengan beruntun. Artinya, kegiatan itu dimulai dengan mengumpulkan data empiris. Data empiris itu dianalisis dan diklasifikasikan. Lalu ditarik suatu kesimpulan umum berdasarkan data empiris itu. Kesimpulan ini biasanya disebut kesimpulan induktif.. Dalam tata bahasa Indonesia selama ini banyak orang menggunakan kesimpulan umum bahwa kata yang berkelas ajektifa dapat diawali oleh kata sangat. Ini tentunya merupakan kesimpulan umum karena kata-kata seperti jauh, dekat, panjang, pendek, kuat, lemah, tua, dan hitam dapat diawali kata sangat itu.
Dalam ilmu logika atau ilmu menalar selain adanya penalaran secara induktif ada juga penalaran secara deduktif. Secara induktif, mula-mula dikumpulkan data-data khusus, lalu dari data-data khusus ditarik kesimpulan umum. Secara deduktif adalah kebalikannya. Artinya, suatu kesimpulan mengenai data khusus dilakukan berdasarkan kesimpulan umum yang telah ada.

Premis Mayor : Semua mahasiswa lulusan SMA
Premis Minor (data khusus) : Nita seorang mahasiswa
Kesimpulan deduktif : Nita adalah lulusan SMA

Jelas, kesimpulan deduktif “Nita adalah lulusan SMA” adalah tidak benar, meskipun cara penarikan kesimpulanya benar dan sah. Mengapa? Sebab dalam kenyataannya tidak semua mahasiswa adalah lulusan SMA. Jadi kesimpulan itu tidak benar karena premis mayornya tidak benar. Pendekatan bahasa sebagai bahasa ini sejalan dengan ciri-ciri hakiki bahasa dapat dijabarkan dalam sejumlah konsep sebagai berikut:
Pertama, karena bahasa adalah bunyi ujaran, maka linguistik melihat bahasa sebagai bunyi. Artinya bagi linguistik, bahasa lisan adalah primer, sedangkan bahasa tulis adalah sekunder.
Kedua, karena bahasa bersifat unik, maka linguistik tidak berusaha menggunakan kerangka suatu bahasa untuk dikenakan pada bahasa lain.
Ketiga, karena bahasa adalah suatu sistem, maka linguistik mendekati bahasa bukan sebagai kumpulan yang terlepas, melainkan sebagai kumpulan unsur yang satu dengan yang lainnya mempunyai jaringan hubungan.
Keempat, karena bahasa dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perkembangan sosial budaya masyarakat pemakainya, maka linguistik memperlakukan bahasa sebagai sesuatu yang dinamis. Lalu, karena itu pula, linguistik mempelajari bahasa secara sinkronik dan diakronik. Secara sinkronik artinya, mempelajari bahasa dengan berbagai aspeknya pada kurun yang waktu tertentu atau terbatas. Secara diakronik, artinya mempelajari bahasa dengan berbagai aspek dan perkembangannya dari waktu ke waktu, sepanjang kehidupan bahasa itu. Secara diakronik sering juga disebut studi histori komparatif.
Kelima, karena sifat empirisnya, maka linguistik mendekati bahasa secara deskripstif dan tidak secara prespektif. Artinya, yang penting dalam linguistik adalah apa yang sebenarnya diungkapkan seseorang (sebagai data empiris) dan bukan apa yang menurut si peneliti seharusnya diungkapkan.

Subdisiplin Linguistik
Setiap disiplin ilmu biasanya dibagi atas bidang-bidang bawahan (subdisiplin) atau cabang-cabang berkenaan dengan adanya hubungan disiplin itu dengan masalah-masalah lain. Misalnya ilmu kimia dibagi atas kimia organik dan kimia anorganik; psikologi dibagi atas, antara lain, psikologi klinik dan psikologi sosial.
Mengingat bahwa objek linguistik, yaitu bahasa, merupakan fenomena yang tidak dapat dilepaskan dari segala kegiatan manusia bermasyarakat, sedangkan kegiatan itu sangat luas, maka cabang linguistik menjadi sangat banyak
Berdasarkan objek kajiannya, apakah bahasa pada umumnya atau bahasa tertentu dapat dibedakan adanya linguistik umum dan linguistik khusus.
Linguistik umum: linguistik yang berusaha mengkaji kaidah-kaidah bahasa secara umum. Sedangkan linguistik khusus berusaha mengkaji kaidah-kaidah bahasa yang berlaku pada bahasa tertentu, seperti bahasa Inggris, Indonesia, Jawa.
. Kajian umum dan khusus ini dapat dilakukan terhadap keseluruhan sistem bahasa atau juga hanya pada satu tataran dari sistem bahasa itu.

Berdasarkan objek kajiannya, apakah bahasa pada masa tertentu atau bahasa pada sepanjang masa dapat dibedakan adanya linguistik sinkronik dan diakronik.
. Studi linguistik sinkronik ini biasa disebut juga linguistik deskriptif, karena berupaya mendeskripsikan bahasa secara apa adanya pada masa tertentu. Kajian linguistik diakronik ini biasanya bersifat historis dan komparatif. Tujuan linguistik diakronik ini terutama adalah untuk mengetahui sejarah struktural bahasa itu beserta dengan segala bentuk perubahan dan perkembangannya.

Berdasarkan objek kajiannya, apakah struktur internal bahasa/bahasa itu hubungannya dengan faktor-faktor diluar bahasa dibedakan adanya linguistik mikro dan linguistik makro (Mikrolinguistik dan makrolinguistik).
Sejalan dengan adanya subsistem bahasa, maka dalam linguistik mikro ada subdisiplin linguistik fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikologi.
Fonologi menyelidiki ciri-ciri bunyi bahasa, cara terjadinya dan fungsinya dalam sistem kebahasaan secara keseluruhan. Morfologi menyelidiki struktur kata, bagian-bagiannya serta cara pembentukannya. Sintaksis menyelidiki satuan-satuan kata dan satuan-satuan lain diatas kata, hubungan satu dengan yang lainnya, serta cara penyusunannya sehingga menjadi satuan ujaran. Semantik menyelidiki makna bahasa baik yang bersifat leksikal, gramatikal, maupun kontekstual. Leksikologi menyelidiki liksikon atau kosakata suatu bahasa dari berbagai aspeknya
Studi linguistik mikro ini sesungguhnya merupakan studi dasar linguistik sebab yang dipelajari adalah struktur internal bahasa itu. Sedangkan linguistik makro yang menyelidiki bahasa dalam kaitannya dengan faktor-faktor diluar bahasa, lebih banyak membahas faktor luar bahasanya daripada struktur internal bahasa.
Sosiolinguistik adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungan pemakaiannya di masyarakat. Psikolinguistik adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari hubungan bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia, termasuk bagaimana kemampuan berbahasa itu dapat diperoleh. Antropolinguistik adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari hubungan bahasa dengan budaya dan pranata budaya manusia. Stilistika adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa yang digunakan dalam bentuk-bentuk karya sastra. . Filologi merupakan ilmu interdisipliner antara linguistik, sejarah, dan kebudayaan. Dialektologi adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari batas-batas dialek dan bahasa dalam suatu wilayah tertentu.

Berdasarkan tujuannya, apakah penyelidikan linguistik itu semata-mata untuk merumuskan teori ataukan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari bisa dibedakan adanya linguistik teoretis dan linguistik terapan
Linguistik teoretis: mengadakan penyelidikan terhadap bahasa, atau juga terhadap hubungan bahasa dengan faktor-faktor di luar bahasa untuk menemukan kaidah-kaidah yang berlaku dalam objek kajiannya itu.

Berdasarkan teori yang digunakan dalam penyelidikan bahasa dikenal adanya linguistik tradisional, linguistik struktural, linguistik transformasional, linguistik generatif semantik, linguistik relasional dan linguistik sistemik.
Bidang sejarah linguistik ini berusaha menyelidiki perkembangan seluk beluk ilmu linguistik itu sendiri dari masa ke masa, serta mempelajari pengaruh ilmu-ilmu lain, dan pengaruh pelbagai pranata masyarakat terhadap linguistik sepanjang masa.

Karena luasnya cabang atau bidang linguistik ini, maka jelas tak akan ada yang bisa menguasai semua cabang atau bidang linguistik itu. Meskipun cabang atau bidang linguistik itu sangat luas, yang dianggap inti dari ilmu linguistik itu hanyalah yang berkenaan dengan struktur internal bahasa, atau cabang-cabang yang termasuk kelompok linguistik mikro di atas.
Analisis Linguistik
Analisis linguistik dilakukan terhadap bahasa, atau lebih tepat terhadap semua tataran tingkat bahasa, yaitu fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis, dan semantik.

Struktur, Sistem, dan Distribusi
Bapak linguistik modern, Ferdinand de Saussure (1857 – 1913) dalam bukunya Course de Linguitique Generale (terbit pertama kali 1916, terjemahannya dalam bahasa Indonesia terbit 1988). Yang dimaksud dengan relasi sintagmatik adalah hubungan yang terdapat antara satuan bahasa di dalam kalimat yang konkret tertentu. Louis Hjelmslev, seorang linguis Denmark, mengambil alih konsep de Saussure itu, tetapi dengan sedikit perubahan. Beliau mengganti istilah asosiatif dengan istilah paradigmatik. Hubungan paradigmatik tidak hanya berlaku pada tataran morfologi saja, tetapi juga berlaku untuk semua tataran bahasa.
Menurut Verhaar (1978) istilah struktur dan sistem ini lebih tepat untuk digunakan. Karena istilah tersebut dapat digunakan atau diterapkan pada semua tataran bahasa, yaitu tataran fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, juga pada tataran leksikon.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa struktur adalah susunan bagian-bagian kalimat atau konstituen kalimat secara linear
Distribusi, yang merupakan istilah utama dalam analisis bahasa menurut model strukturalis Leonard Bloomfield (tokoh linguis Amerika dengan bukunya Language, terbit 1933), adalah menyangkut masalah dapat tidaknya penggantian suatu konstituen tertentu dalam kalimat tertentu dengan konstituen lainnya..
Substitusi fonemis menyangkut penggantian fonem dengan fonem lain. Misalnya, dalam pasangan minimal dari Vs lari, kuda Vs kura, dan tambal Vs tambat. Distribusi morfemis menyangkut masalah penggantian sebuah morfem dengan morfem lain.

Analisis Bawahan Langsung
Adalah suatu teknik dalam menganalisis unsur-unsur atau konstituen-konstituen yang membangun suatu satuan bahasa, entah satuan kata, satuan frase, satuan klausa, maupun satuan kalimat. Misalnya, satuan bahasa yang berupa kata dimakan. Unsur langsungnya adalah di dan makan.

Analisis Rangkaian Unsur dan Analisis Proses Unsur
Satuan-satuan bahasa dapat pula dianalisis menurut teknik analisis rangkaian unsur dan analisis proses unsur. Kedua cara ini bukan barang baru, sebab sudah dipersoalkan orang sejak tahun empat puluhan.
Analisis rangkaian unsur (Inggrisnya: item-and-arrangement) mengajarkan bahwa setiap satuan bahasa dibentuk atau ditata dari unsur-unsur lain.
Berbeda dengan analisis rangkaian unsur, maka analisis proses unsur (bahasa Inggrisnya: item-and-process) menganggap setiap satuan bahasa adalah merupakan hasil dari suatu proses pembentukan.

Manfaat Linguistik
Setiap ilmu, berapapun teoritisnya, tentu mempunyai manfaat praktis bagi kehidupan manusia. Begitu juga dengan linguistik.
Bagi linguis sendiri pengetahuan yang luas mengenai linguistik tentu akan sangat membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya. Bagi peneliti, kritikus, dan peminat sastra linguistik akan membantunya dalam memahami karya-karya sastra dengan lebih baik,
Bagi guru, terutama guru bahasa, pengetahuan linguistik sangat penting, mulai dari subdisiplin fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikologi, sampai dengan pengetahuan mengenai hubungan bahasa dengan kemasyarakatan dan kebudayaan. Sebetulnya, bukan hanya guru bahasa yang harus mempunyai pengetahuan linguistik, guru bidang studi lain pun harus juga memiliki pengetahuan itu seperlunya.
Bagi penyusun kamus atau leksikografer menguasai semua aspek linguistik mutlak diperlukan, sebab semua pengetahuan linguistik akan memberi manfaat dalam menyelesaikan tugasnya.
Pengetahuan linguistik juga memberi manfaat bagi penyusun buku pelajaran atau buku teks.
Manfaat linguistik bagi para negarawan: Pertama, sebagai negarawan atau politikus yang harus memperjuangkan ideologi dan konsep-konsep kenegaraan atau pemerintahan, secara lisan dia harus menguasai bahasa dengan baik. Kedua, kalau politikus atau negarawan itu menguasai masalah linguistik dan sosiolinguistik.


SHOLIHAH DHIAN
(1402408113)
TATA RAN LINGUISTIK SEMANTIK
Letak semantik yaitu dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau semua tataran yang bangun-membangun ini: makna berada di dalam tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Oleh karena itu, penamaan tataran untuk semantik agak kurang tepat. Sebab dia bukan satu tataran dalam arti unsur pembangun satuan lain yang lebih besar, melainkan unsur yang berada pada semua tataran itu, meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran tidak sama. oleh karena itu para linguis strukturalis tidak begitu peduli dengan masalah makna ini, karena dianggap tidak termasuk atau menjadi tataran yang sederajat dengan tataran yang bangun-membangun itu. Hockett (1954), salah seorang tokoh struktiralis menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari
lima subsistem, yaitu subsistem gramatika, subsistem fonologi, subsistem morfofonemik, subsistem semantik, dan subsistem fonetik. Kedudukan kelima subsistem itu tidak sama derajatnya. Subsistem gramatika, fonologi, dan morfofonemik bersifat sentral. Sedang subsistem semantik dan fonetik bersifat periferal. Subsistem semantik disebut bersifat periferal adalah karena seperti pendapat kaum strukturalis umumnya, bahwa makna yang menjadi objek semantik adalah sangat tidak jelas, tidak dapat diamati secara empiris, sebagaimana subsistem gramatika (morfologi dan sintaksis). Demikian juga dengan Chomsky, bapak linguistik transformasi, dalam buku yang pertama (1957) tidak menyinggung masalah makna. Dalam buku kedua (1965) beliau menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua komponen lain adalah sintaksis dan fonologi) dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen semantik ini.
Sejak Chomsky menyatakan betapa pentingnya semantik dalam studi linguistik, maka studi semantik sebagai bagian dari studi linguistik menjadi semarak. Teori Bapak Linguitik Modern Ferdinand de Saussure, bahwa tanda linguistik (sign linguistique) terdiri dari komponen signifian dan signifie. Sesungguhnya studi linguistik tanpa disertai dengan studi semantik adalah tidak ada artinya, sebab kedua komponen itu merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

7.1. Hakikat Makna
Menurut de Saussure setiap tanda linguistik/tanda bahasa terdiri dari dua komponen, yaitu kompenen signifikan atau “yang mengartikan” yang wujudnya berupa runtutan bunyi, dan komponen signifie atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa pengertian atau konsep. Tanda linguistik berupa(ditampilkan dalam bentuk ortografis) <meja>, terdiri dari runtutan fonem /m/, /e/, /j/, dan /a/ dan signifie berupa makna/konsep sejenis perabot kantor/rumah tangga.

7.2. JENIS MAKNA
Makna Leksikal, Gramatikal, dan Kontekstual
Makna Leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Misalnya leksem kuda memiliki makna leksikal ‘sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’. Dari contoh itu dapat juga dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya yang sesuai dengan hasil observasi indra kita, atau makna apa adanya. Banyak orang yang mengatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang ada dalam kamus. Makna Gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Makna Kontekstual adalah makna sebuah leksem yang berada di dalam satu konteks. Contoh:
Rambut di kepala nenek belum ada yang putih.
Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu.
Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu.
Makna Referensial dan Non-Referensial
Sebuah kata atau leksem dikatakan bermakna referensial kalau ada referensnya atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, gambar adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata. Sebaliknya kata-kata seperti dan, atau, dan karena adalah termasuk kata-kata yang tidak bermakna referensial, karena kata-kata itu tidak mempunyai referens. Kata deiktik: kata yang acuannya tidak menetap pada satu maujud melainkan dapat berpindah dari maujud yang satu ke maujud yang lain. Yang termasuk kata deiktik adalah kata pronomina seperti disini, disana, dan kamu; kata yang menyatakan ruang: disini, disana, disitu; kata yang menyatakan waktu seperti sekarang, besok, nanti; kata yang disebut kata penunjuk seperti ini dan itu.
Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki sebuah leksem. Contoh: Kata babi bermakna denotatif sejenis binatang yang biasa diternakkan untuk diambil dagingnya. Makna konotatif adalah makna yang “ditambahkan” pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa seseorang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Kata babi, oleh orang Islam mempunyai konotasi negatif, ada rasa atau perasaan tidak enak saat mendengar kata itu.
Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Kata kuda memiliki makna konseptual ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’ dan kata rumah memiliki makna konseptual ‘bengunan tempat tinggal manusia’. Jadi makna kontekstual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misal kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian; kata merah berasosiasi dengan berani atau juga paham komunis. Oleh Leech (1976) kedalam makna asosiasi ini dimasukkan juga yang disebut konotatif, makna stilistika, makna afektif dan makna koloaktif.
Makna asosiatif: karena kata-kata berasosiasi dengan nilai rasa terhadap kata lain.
Makna stilistika: berkenaan dengan pembedaan penggunaan kata sehubungan dengan perbedaan sosial atau bidang kegiatan.
Makna efektif: berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan. Makna efektif lebih nyata terada dalam bahasa lisan.
Contoh: “Tutup mulut kalian!” bentaknya pada kami.
“Coba, mohon diam sebentar!” katanya pada kami.
Makna koloaktif: berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimiliki sebuah kata dari sejumlah kata-kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut cocok untuk digunakan berpasangan dengan kata tertentu lainnya.
Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna. Pada awalnya yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal, makna denotatif, atau makna konseptual. Namun dalam penggunaannya makna kat itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya.
Contoh: “Tangannya luka kena pecahan kaca”
” Lengannya luka kena pecahan kaca”
Jadi, kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim, atau bermakna sama.
Makna yang disebut istilah mempunyai makna yang pasti, yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks.
Makna Idiom dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat “diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Idiom dibedakan menjadi 2 yaitu idiom penuh dan idiom sebagian. Yang dimaksud dengan diom penuh adalah idiom yang semua unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan sehingga makna yang dimilikin berasal dari seluruh kesatuan itu. Contoh idiom penuh : membanting tulang, menjual gigi, meja hijau. Sedangkan idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri misalkan buku putih yang bermakna ‘buku yang memuat keterangan resmi mengenai suatu kasus’.

7.3. RELASI MAKNA
Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa disini dapat berupa kata frase maupun kalimat; dan relasi semantik itu dapat menyatakan kesamaan makna. Pertentangan makna, ketercakupan makna, kegandaan makna atau juga kelebihan makna. Relasi makna biasanya dibicarakan masalah-masalah yang disebut sinonim, antonim, polisemi, homonimi, hiponimi, ambiguiti, dan redundansi.
Sinonim
Sinonim atau sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satu satuan ujaran lainnya. Misalnya antara kata betul dengan kata benar. Contoh dalam bahasa Inggris antara kata freedom dan liberty.
Relasi sinonimi bersifat dua arah, maksudnya kalau satu ujaran A bersinonim dengan satuan ujaran B dan sebaliknya. Secara konkret kalau kata betul bersinonim dengan kata benar, kata benar bersinonim dengan kata betul.

Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama. kesamaan itu terjadi karena berbagai faktor.

Faktor waktu
Faktor tempat atau wilayah
Faktor keformalan
Faktor sosial
Faltor bidang kegiatan
Faktor nuansa makna
Antonim
Antonim adalah hubungan semantikatau antonimi antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain. Misalnya kata buruk berantonim dengan kata baik, kata mati berantonim dengan kata hidup. Sifat antonim dapat dibedakan atas beberapa jenis, antara lain:
Antonim yang bersifat mutlak. Umpamanya kata hidup berantonim dengan kata mati, sebab segala sesuatu yang masih hidup tentu belum mati, dan sesuatu yang sudah mati tentu sudah tidak hidup lagi.
Antonim yang bersifat relatif atau bergradasi. Umpamanya kata besar dan kecil berantonimi secara relatif. Jenis antonim ini disebut bersifat relatif, karena batas antara satu dengan lainnya tidak dapat ditentukan secara jelas. Batasnya itu dapat bergerak menjadi lebih atau kurang. Karena itu, sesuatu yang tidak besar belum tentu kecil, dan sesuatu yagng tidak dekat belum tentu jauh. Karena itu pula kita dapat mengatakan misalnya lebih dekat, sangat dekat, atau juga paling dekat.
Antonim yang bersifat hierarkial. Umpama kata tamtama dan bintara berantonim secara hierarkial. Antonimi jenis ini disebut bersifat hierarkial karena kedua satuan ujaran yang berantonim itu berada dalam satu garis jenjang atau hierarki.
Polisemi
Dalam kasus ini biasanya makna pertama (yang didaftarkan di dalam kamus) adalah makna sebenarnya, makna leksikalnya, makna denotatifnya atau makna konseptualnya. Yang lain adalah makna-makna yang dikembangkanberdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau satuan ujaran itu.
Homonimi
Homonimi adalah 2 buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya “kebetulan” sama; maknanya tentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan. Umpamanya, antara kata pacar yang bermakna “inai” dan kata pacar dan yang bermakna “kekasih”.Jadi kalau pacar yang bermakna “inai”berhomonim dengan kata pacar yang bermakna “kekasih”.Maka,pacar yang bermakna “kekasih” berhomonim dengan kata yang bermakna “inai”
· Homofoni
Adalah adanya kesamaan bunyi antara dua satuan ujaran tanpa memperhatikan ejaan.
Homografi
Mengacu pada bentuk ujaran yang sama ortografinya atau ejaannya tetapi ucapan dan maknanya tidak sama.
~ Hiponimi
Adalah hubungan sematik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain.
Misalnya:kata merpati mencakup dalam kata burung jadi merpati adalah hiponim dari burung dan burung berhipernim dengan merpati.
~Ambiguiti dan ketaksaan
Adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tefsiran gramatikal yang berbeda.
Contoh:buku sejarah baru
Dapat ditafsirkan:1 buku sejarah itu baru terbit.
2 buku itu memuat sejarah zaman baru.
~ Redundansi
Istilah redudansi biasanya diartikan sebagai berlebih-lebihan penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran.
Misal:kalimat bola itu ditendang oleh dika tidak akan berbeda maknanya bila dikatakan bola itu ditendang Dika.Jadi tanpa penggunaan preposisi”oleh”.Penggunaan kata “oleh”inilah yang dianggap redudansi,berlebih-lebihan.
7.4. PERUBAHAN MAKNA
Dalam masa yang relatif singkat,makna sebuah kata akan tetap sama,tidak berubah tetapi dalam waktu yang relatif lama ada kemungkinan makna sebuah kata akan berubah.Kemungkinan ini berlaku hanya terjadi pada sejumlah kata yang disebabkan oleh berbagai faktor,antara lain:
a. Perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi
b. Perkembangan sosial budaya
c. Perkembangan pemakaian kata
d. Pertukaran tanggapan indra
e. Adanya asosiasi

7.5. MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA
Kata yang berada dalam satu kelompok lazim dinamai kata –kata yang berbeda dalam satu
medan makna atau satu medan leksikal.
Medan Makna
Adalah seperangkat unsur leksikal yang maknannya saling berhubungan.
Misalnya:nama-nama warna,nama perabot rumah tangga
Komponen Makna
Makna setiap kata terdiri dari sebuah komponen.yang membentuk keseluruhan makna kata itu.
Contoh:kata ayah memiliki komponen kata manusia,dewasa,jantan,kawin dan punya anak
Kesesuaian Sematik dan Sintaktik
Berterima tidaknya sebuah kalimat bukan hanya masalah gramatikal tetapi juga masalah semantik.
Amati keempat kalimat berikut yang akan tampak perbedaan ketidakterimaannya.
Kambing yang punya Pak Udin terlepas lagi.
Segelas Kambing minum setumpuk air.
Kambing itu membaca komik.
Penduduk DKI Jakarta sekarang ada 50 juta orang.
Kalimat (a) karena kesalahan gramatikal yaitu adanya konjungsi “yang”.
Kalimat (b) karena kesalahan persesuaian leksikan seharusnya bukan segelas
Kambing tetapi seekor kambing.
Kalimat (c) karena tidak adanya persesuaian semantik antara kata kambing dan
Membaca.
Kalimat (d) karena kesalahan informasi.Dewasa ini penduduk DKI Jakarta hanya 8
Juta,bukan 50 juta.

Nama : Larrysa Devi
No : 1402408206
SINTAKSIS

Morfologi dan sintaksis disebut tata bahasa atau gramatika. Batas keduanya sering kabur, sehingga muncullah istilah morfosintaksis. Morfologi membicarakan struktur internal kata. Sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan kta lain.
Secra etimologi sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjai kelompok kata atau kalimat (dari bahasa Yunani “Sun = dengan”, “tattein = menempatkan”).
6.1 Struktur Sintaksis
Terdiri dari S-P-O-K, dimana fungsi sintaksis tersebut masih kosong, sehingga nantinya diisi oleh kategori dn memiliki peranan tertentu.
Contoh : Nenek melirik kakek tadi pagi
S P O K
Keterangan : tempat kosong, subjek diisi oleh kata nenek yang berkategori nenek, dan seterusnya.
Peran : “Subjek = pelaku, predikat = aktif, objek = sasaran, keterangan waktu = waktu”. Tapi apabila ada perubahan kalimat aktif menjadi kalimat pasif, susunan fungsi berubah, sedangkan perannya tetap.
Sususnan tidak harus urut S-P-O-K, tapi antara P dan O harus urut.
Susunan S-P-O-K tidak harus munculsecara lengkap, minimal punya S dan P.
P berupa v intransitif, maka objek tidak perlu muncul. Tapi kalau v transitif maka di belakang verba harus ada objek, kecuali verba yang secara semantik (meyatakan kebiasaan) atau mengenai orang pertama tunggal/ orang banyak secara umum.
Contoh : Sekretaris itu sedang mengetik (pastinya yang diketik adalah surat).
Menurut Djoko Kertjono: hadir tidaknya suatu fungsi sintaksis bergantung pada konteksnya seperti kalimat jawaban, kalimat perintah, kalimat seruan.
Mengenai fungsinya, S diisi nomin, P diisi V, O diisi nomina, K diisiadverbia. Peran sintaksis berkaitan dengan makna gramatikal yang dimilikinya.
Urutan kata dalam bahasa Indonesia sangat pentng karena bisa memepengaruhi makna. Sedangkan dalam bahasa latin yang penting adalah bentuk katanya, karena dalam bentuk kata-kata tersebut sudah menyatakan fungsi, peran dan kategorinya.
Ambigu : konstruksi yang bisa bermakna ganda sebagai akibat dari tafsiran gramatikal yang berbeda.
Contoh : Buku sejarah baru.
Korektor ada dua : 1) Koordinatif : menghubungkan dua konstikuen yang kedudukannya sama. Contoh : dan, atau, tetapi.
2) K. Subordinatif : menghubungkan dua konstituen yang tidak sederajat (kalau, meskipun, karena).

6.2 Kata sebagai satuan sinteksis

kata sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, sebagai pengisi fungsi, sebagai penanda kategori, sebagai perangkai.
Kata penuh : kata yang mempunyai makna, merupakan kelas terbuka, dapat berdiri sendiri sebagai satuan (nomina, verba, adjektiva, numeralia).
Kata tugas : kata yang tidak punya makna, tidak punya kemungkinan mengalami proses morfologi kelas tertutup, tidak dapat berdiri sendiri (konjungsi, proposisi)
6.3 Frase
6.3.1 dibuat dari morfem bebas, bukan terikat belum makan, bukan tata boga
Struktur P dan O, bukan S dan P. contoh : Adik mandi bukan frase
Bisa diselipi unsur lain. Contoh : Nenek saya = nenek dari saya
Tidak bisa dipindahkan sendiri
Berpotensi menjadi kalimat minor
Memiliki makna gramatikal, berbeda dengan kata majemuk yang memiliki makna baru
6.3.2 Jenis Frase
6.3.2.1 Frase eksosentrik : komponennya tidak memiliki perilaku yang sama dengan keseluruhannya. Contoh : di pasar (masing-masing komponen tidak bisa menduduki fungsi keterangan)
Frase preposional : komponen pertama preposisi, komponen kedua nomina
Frase eksosentrik nondirektif : komponen 1 artikulus (si, sang, para), komponen kedua nomina, adjektifa, verba.
6.3.2.2 Frase Endosentrik : salah satu komponenbisa mengartikan kedudukan keseluruhan. Contoh : sedang membaca.
Kalau dilihat dari inti : frase nomina, frase verba, frase adjektifa, frase numeralia.
6.3.2.3 Frase Koordinatif : dihubungkan oleh konjungsi koordinatif dan sederajat. Contoh : sehat dan kuat.
Frase parataksis : tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit. Contoh : sawah ladang.
6.3.2.4 Frase apositif : kedua komponen saling merujuk, urutan dapat dipertukarkan.
6.3.3 Ciri-ciri Frase
Dapat diperluas : – Untuk menyatakan konsep-konsep khusus atau sangat khusus
Pengungkapan konsep dinyatakan dengan leksikal
Memberi deskripsi secara terperinci
Contoh : kereta – kereta api – kereta api ekspres – dst.
6.4 Klausa
6.4.1 Klausa : satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkonstruksi produktif (kata + frase) s + P wajib – berpotensi menjadi kalimat.
Beda objek dengan pelengkap
– 25 Berada di belakang verba transitif – 27 Tidak berada di belakang verba transitif
-26 Dapat dijadikan Subjek Objek Pelengkap -28 Tidak dapat dijadikan subjek

6.4.2 Jenis Klausa
Klausa bebas : unsur-unsur lengkap, berpotensi menjadi kalimat mayor.
Klausa terikat : tidak punya potensi menjadi kalimat mayor.
Klausa atasan, klausa bawahan : ada dalam kalimat majemuk.
Klausa non verbal : predikatnya bukan verbal lazim
Klausa verbal : predikatnya berupa verbal
Klausa verbal transitif, intransitif, refleksif, resiprokal.
Klausa nominal : predikat berupa nominal
Klausa adjektifal : predikat berupa adjektif
Klausa adverbal : predikat berupa adverbia
Klausa preposional : predikat berupa frase yang berkategori preposisi (biasanya berubah menjadi klausa verbal yang dilengkapi keterangan).
Klausa numeral : predikat berupa frase numeralia (biasanya berubah menjadi klausa verbal).
6.5 Kalimat
6.5.1 Kalimat : susunan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi konjungsi, disertai dengan nasi final.
6.5.2 Jenis kalimat
6.5.2.1 Kalimat inti dan kalimat non inti
Kalimat inti : kalimat dasar
Kalimat non inti : sudah mengalami transformasi (pemasifan, pengingkaran, penanyaan, pemerintahan, penambahan dll).
6.5.2.2 Kalimat tunggal : klausanya tunggal
Kalimat majemuk : klausanya lebih dari satu .
Kalimat setara : dihubungkan dengan kojungsi dan, atau, tetapi, lalu.
Kalimat bertingkat : dihubungkan dengan kojungsi kalau, karena, meskipun (campuran koordinatif dan campuran subordinatif)
6.5.2.3 Kalimat mayor : sedikitnya memiliki S + P
Kalimat minor : bisa berupa kata
6.5.2.4 Kalimat verba : predikat berupa verba (verba transitif, intransitif, aktif, pasif, dinamis)
Kalimat non verba : predikat berupa nomina, ajektif, adverbia, numeralia
6.5.2.5 Kalimat bebas : dapat berdiri sendiri (biasanya sebagai pemula paragraf)
Kalimat terikat : tidak dapat berdiri sendiri
6.5.3 Intonasi kalimat : tekanan, tempo, nada
6.5.4 modus, aspek, kala, modalitas, fokus dan diatesis
Modus : pengungkapan suasana psikologis seseorang
Macam : modus deklaratif, modus optatif, modus imperatif, modus obligatif, modus desideratif, modus kondisional.
Aspek : cara pandang terhadap sesuatu kondisi, kejadian, proses.
Macam : aspek kontinuatif, aspek inseptif, aspek progesif, aspek repetitif, aspek perfektif, aspek imperfektif, aspek sesatif.
Kala/ Tenses : menyatakan waktu terjadinya kejadian (lampau, sekarang dan yang akan datang).
Modalitas : menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan.
Macam : modalitas intersional, modalitas epistemik, modalitas deontik, modalitas dinamik.
Fokus : menonjolkan bagian kalimat dengan cara memberikan tekanan pada kalimat yang difokuskan, mengedepankan bagian kalimat, memakai partikel “pun, yang, tetang, adalah”, mengontraskan dua bagian kalimat, menggunakan konstruksi posesif.
Diatesis : gambaran pelaku dengan perbuatan.
Macam : diatesis aktif, diatesis pasif, diatesis refleksi, diatesis resiprokal, diatesis kausatif.
6.6 Wacana
6.6.1 Wacana : satuan bahasa yang lengkap (grametika tertinggi)
6.6.2 Untuk membuat wacana yang kohesif (baik) dan koherens (utuh dan dalam satu ujaran) alat-alat gramatikalnya adalah konjungsi, kata ganti, elipsin (penghilangan kata yang sama).
Sedangkan dalam sematik kita bisa menggunakan : hubungan perbandingan, pertentangan, generik spesifik atau sebaliknya, sebab akibat, tujuan, rujukan.
6.6.3

Wacana
Prosa Puisi
Narasi
Eksposisi
Persuasif
Argumentasi

6.6.4 Sub satuan wacana
Bab

Sub bab

Paragraf terdiri dari kalimat utama dan kalimat penjelas

Sub paragraf
6.7 Catatan mengenai hierarki satuan
Urutan hierarki
Fonem – morfem – kata – frase – klausa – kalimat – wacana

Nama : Larrysa Devi
No : 1402408206
SINTASIS

Morfologi dan sintaksis disebut tata bahasa atau gramatika. Batas keduanya sering kabur, sehingga muncullah istilah morfosintaksis. Morfologi membicarakan struktur internal kata. Sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan kta lain.
Secra etimologi sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjai kelompok kata atau kalimat (dari bahasa Yunani “Sun = dengan”, “tattein = menempatkan”).
6.1 Struktur Sintaksis
Terdiri dari S-P-O-K, dimana fungsi sintaksis tersebut masih kosong, sehingga nantinya diisi oleh kategori dn memiliki peranan tertentu.
Contoh : Nenek melirik kakek tadi pagi
S P O K
Keterangan : tempat kosong, subjek diisi oleh kata nenek yang berkategori nenek, dan seterusnya.
Peran : “Subjek = pelaku, predikat = aktif, objek = sasaran, keterangan waktu = waktu”. Tapi apabila ada perubahan kalimat aktif menjadi kalimat pasif, susunan fungsi berubah, sedangkan perannya tetap.
Sususnan tidak harus urut S-P-O-K, tapi antara P dan O harus urut.
Susunan S-P-O-K tidak harus munculsecara lengkap, minimal punya S dan P.
P berupa v intransitif, maka objek tidak perlu muncul. Tapi kalau v transitif maka di belakang verba harus ada objek, kecuali verba yang secara semantik (meyatakan kebiasaan) atau mengenai orang pertama tunggal/ orang banyak secara umum.
Contoh : Sekretaris itu sedang mengetik (pastinya yang diketik adalah surat).
Menurut Djoko Kertjono: hadir tidaknya suatu fungsi sintaksis bergantung pada konteksnya seperti kalimat jawaban, kalimat perintah, kalimat seruan.
Mengenai fungsinya, S diisi nomin, P diisi V, O diisi nomina, K diisiadverbia. Peran sintaksis berkaitan dengan makna gramatikal yang dimilikinya.
Urutan kata dalam bahasa Indonesia sangat pentng karena bisa memepengaruhi makna. Sedangkan dalam bahasa latin yang penting adalah bentuk katanya, karena dalam bentuk kata-kata tersebut sudah menyatakan fungsi, peran dan kategorinya.
Ambigu : konstruksi yang bisa bermakna ganda sebagai akibat dari tafsiran gramatikal yang berbeda.
Contoh : Buku sejarah baru.
Korektor ada dua : 1) Koordinatif : menghubungkan dua konstikuen yang kedudukannya sama. Contoh : dan, atau, tetapi.
2) K. Subordinatif : menghubungkan dua konstituen yang tidak sederajat (kalau, meskipun, karena).

6.2 Kata sebagai satuan sinteksis

kata sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, sebagai pengisi fungsi, sebagai penanda kategori, sebagai perangkai.
Kata penuh : kata yang mempunyai makna, merupakan kelas terbuka, dapat berdiri sendiri sebagai satuan (nomina, verba, adjektiva, numeralia).
Kata tugas : kata yang tidak punya makna, tidak punya kemungkinan mengalami proses morfologi kelas tertutup, tidak dapat berdiri sendiri (konjungsi, proposisi)
6.3 Frase
6.3.1 dibuat dari morfem bebas, bukan terikat belum makan, bukan tata boga
Struktur P dan O, bukan S dan P. contoh : Adik mandi bukan frase
Bisa diselipi unsur lain. Contoh : Nenek saya = nenek dari saya
Tidak bisa dipindahkan sendiri
Berpotensi menjadi kalimat minor
Memiliki makna gramatikal, berbeda dengan kata majemuk yang memiliki makna baru
6.3.2 Jenis Frase
6.3.2.1 Frase eksosentrik : komponennya tidak memiliki perilaku yang sama dengan keseluruhannya. Contoh : di pasar (masing-masing komponen tidak bisa menduduki fungsi keterangan)
Frase preposional : komponen pertama preposisi, komponen kedua nomina
Frase eksosentrik nondirektif : komponen 1 artikulus (si, sang, para), komponen kedua nomina, adjektifa, verba.
6.3.2.2 Frase Endosentrik : salah satu komponenbisa mengartikan kedudukan keseluruhan. Contoh : sedang membaca.
Kalau dilihat dari inti : frase nomina, frase verba, frase adjektifa, frase numeralia.
6.3.2.3 Frase Koordinatif : dihubungkan oleh konjungsi koordinatif dan sederajat. Contoh : sehat dan kuat.
Frase parataksis : tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit. Contoh : sawah ladang.
6.3.2.4 Frase apositif : kedua komponen saling merujuk, urutan dapat dipertukarkan.
6.3.3 Ciri-ciri Frase
Dapat diperluas : – Untuk menyatakan konsep-konsep khusus atau sangat khusus
Pengungkapan konsep dinyatakan dengan leksikal
Memberi deskripsi secara terperinci
Contoh : kereta – kereta api – kereta api ekspres – dst.
6.4 Klausa
6.4.1 Klausa : satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkonstruksi produktif (kata + frase) s + P wajib – berpotensi menjadi kalimat.
Beda objek dengan pelengkap
– 25 Berada di belakang verba transitif – 27 Tidak berada di belakang verba transitif
-26 Dapat dijadikan Subjek Objek Pelengkap -28 Tidak dapat dijadikan subjek

6.4.2 Jenis Klausa
Klausa bebas : unsur-unsur lengkap, berpotensi menjadi kalimat mayor.
Klausa terikat : tidak punya potensi menjadi kalimat mayor.
Klausa atasan, klausa bawahan : ada dalam kalimat majemuk.
Klausa non verbal : predikatnya bukan verbal lazim
Klausa verbal : predikatnya berupa verbal
Klausa verbal transitif, intransitif, refleksif, resiprokal.
Klausa nominal : predikat berupa nominal
Klausa adjektifal : predikat berupa adjektif
Klausa adverbal : predikat berupa adverbia
Klausa preposional : predikat berupa frase yang berkategori preposisi (biasanya berubah menjadi klausa verbal yang dilengkapi keterangan).
Klausa numeral : predikat berupa frase numeralia (biasanya berubah menjadi klausa verbal).
6.5 Kalimat
6.5.1 Kalimat : susunan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi konjungsi, disertai dengan nasi final.
6.5.2 Jenis kalimat
6.5.2.1 Kalimat inti dan kalimat non inti
Kalimat inti : kalimat dasar
Kalimat non inti : sudah mengalami transformasi (pemasifan, pengingkaran, penanyaan, pemerintahan, penambahan dll).
6.5.2.2 Kalimat tunggal : klausanya tunggal
Kalimat majemuk : klausanya lebih dari satu .
Kalimat setara : dihubungkan dengan kojungsi dan, atau, tetapi, lalu.
Kalimat bertingkat : dihubungkan dengan kojungsi kalau, karena, meskipun (campuran koordinatif dan campuran subordinatif)
6.5.2.3 Kalimat mayor : sedikitnya memiliki S + P
Kalimat minor : bisa berupa kata
6.5.2.4 Kalimat verba : predikat berupa verba (verba transitif, intransitif, aktif, pasif, dinamis)
Kalimat non verba : predikat berupa nomina, ajektif, adverbia, numeralia
6.5.2.5 Kalimat bebas : dapat berdiri sendiri (biasanya sebagai pemula paragraf)
Kalimat terikat : tidak dapat berdiri sendiri
6.5.3 Intonasi kalimat : tekanan, tempo, nada
6.5.4 modus, aspek, kala, modalitas, fokus dan diatesis
Modus : pengungkapan suasana psikologis seseorang
Macam : modus deklaratif, modus optatif, modus imperatif, modus obligatif, modus desideratif, modus kondisional.
Aspek : cara pandang terhadap sesuatu kondisi, kejadian, proses.
Macam : aspek kontinuatif, aspek inseptif, aspek progesif, aspek repetitif, aspek perfektif, aspek imperfektif, aspek sesatif.
Kala/ Tenses : menyatakan waktu terjadinya kejadian (lampau, sekarang dan yang akan datang).
Modalitas : menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan.
Macam : modalitas intersional, modalitas epistemik, modalitas deontik, modalitas dinamik.
Fokus : menonjolkan bagian kalimat dengan cara memberikan tekanan pada kalimat yang difokuskan, mengedepankan bagian kalimat, memakai partikel “pun, yang, tetang, adalah”, mengontraskan dua bagian kalimat, menggunakan konstruksi posesif.
Diatesis : gambaran pelaku dengan perbuatan.
Macam : diatesis aktif, diatesis pasif, diatesis refleksi, diatesis resiprokal, diatesis kausatif.
6.6 Wacana
6.6.1 Wacana : satuan bahasa yang lengkap (grametika tertinggi)
6.6.2 Untuk membuat wacana yang kohesif (baik) dan koherens (utuh dan dalam satu ujaran) alat-alat gramatikalnya adalah konjungsi, kata ganti, elipsin (penghilangan kata yang sama).
Sedangkan dalam sematik kita bisa menggunakan : hubungan perbandingan, pertentangan, generik spesifik atau sebaliknya, sebab akibat, tujuan, rujukan.
6.6.3

Wacana
Prosa Puisi
Narasi
Eksposisi
Persuasif
Argumentasi

6.6.4 Sub satuan wacana
Bab

Sub bab

Paragraf terdiri dari kalimat utama dan kalimat penjelas

Sub paragraf
6.7 Catatan mengenai hierarki satuan
Urutan hierarki
Fonem – morfem – kata – frase – klausa – kalimat – wacana

Nama : Larrysa Devi
No : 1402408206
SINTASIS

Morfologi dan sintaksis disebut tata bahasa atau gramatika. Batas keduanya sering kabur, sehingga muncullah istilah morfosintaksis. Morfologi membicarakan struktur internal kata. Sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan kta lain.
Secra etimologi sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjai kelompok kata atau kalimat (dari bahasa Yunani “Sun = dengan”, “tattein = menempatkan”).
6.1 Struktur Sintaksis
Terdiri dari S-P-O-K, dimana fungsi sintaksis tersebut masih kosong, sehingga nantinya diisi oleh kategori dn memiliki peranan tertentu.
Contoh : Nenek melirik kakek tadi pagi
S P O K
Keterangan : tempat kosong, subjek diisi oleh kata nenek yang berkategori nenek, dan seterusnya.
Peran : “Subjek = pelaku, predikat = aktif, objek = sasaran, keterangan waktu = waktu”. Tapi apabila ada perubahan kalimat aktif menjadi kalimat pasif, susunan fungsi berubah, sedangkan perannya tetap.
Sususnan tidak harus urut S-P-O-K, tapi antara P dan O harus urut.
Susunan S-P-O-K tidak harus munculsecara lengkap, minimal punya S dan P.
P berupa v intransitif, maka objek tidak perlu muncul. Tapi kalau v transitif maka di belakang verba harus ada objek, kecuali verba yang secara semantik (meyatakan kebiasaan) atau mengenai orang pertama tunggal/ orang banyak secara umum.
Contoh : Sekretaris itu sedang mengetik (pastinya yang diketik adalah surat).
Menurut Djoko Kertjono: hadir tidaknya suatu fungsi sintaksis bergantung pada konteksnya seperti kalimat jawaban, kalimat perintah, kalimat seruan.
Mengenai fungsinya, S diisi nomin, P diisi V, O diisi nomina, K diisiadverbia. Peran sintaksis berkaitan dengan makna gramatikal yang dimilikinya.
Urutan kata dalam bahasa Indonesia sangat pentng karena bisa memepengaruhi makna. Sedangkan dalam bahasa latin yang penting adalah bentuk katanya, karena dalam bentuk kata-kata tersebut sudah menyatakan fungsi, peran dan kategorinya.
Ambigu : konstruksi yang bisa bermakna ganda sebagai akibat dari tafsiran gramatikal yang berbeda.
Contoh : Buku sejarah baru.
Korektor ada dua : 1) Koordinatif : menghubungkan dua konstikuen yang kedudukannya sama. Contoh : dan, atau, tetapi.
2) K. Subordinatif : menghubungkan dua konstituen yang tidak sederajat (kalau, meskipun, karena).

6.2 Kata sebagai satuan sinteksis

kata sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, sebagai pengisi fungsi, sebagai penanda kategori, sebagai perangkai.
Kata penuh : kata yang mempunyai makna, merupakan kelas terbuka, dapat berdiri sendiri sebagai satuan (nomina, verba, adjektiva, numeralia).
Kata tugas : kata yang tidak punya makna, tidak punya kemungkinan mengalami proses morfologi kelas tertutup, tidak dapat berdiri sendiri (konjungsi, proposisi)
6.3 Frase
6.3.1 dibuat dari morfem bebas, bukan terikat belum makan, bukan tata boga
Struktur P dan O, bukan S dan P. contoh : Adik mandi bukan frase
Bisa diselipi unsur lain. Contoh : Nenek saya = nenek dari saya
Tidak bisa dipindahkan sendiri
Berpotensi menjadi kalimat minor
Memiliki makna gramatikal, berbeda dengan kata majemuk yang memiliki makna baru
6.3.2 Jenis Frase
6.3.2.1 Frase eksosentrik : komponennya tidak memiliki perilaku yang sama dengan keseluruhannya. Contoh : di pasar (masing-masing komponen tidak bisa menduduki fungsi keterangan)
Frase preposional : komponen pertama preposisi, komponen kedua nomina
Frase eksosentrik nondirektif : komponen 1 artikulus (si, sang, para), komponen kedua nomina, adjektifa, verba.
6.3.2.2 Frase Endosentrik : salah satu komponenbisa mengartikan kedudukan keseluruhan. Contoh : sedang membaca.
Kalau dilihat dari inti : frase nomina, frase verba, frase adjektifa, frase numeralia.
6.3.2.3 Frase Koordinatif : dihubungkan oleh konjungsi koordinatif dan sederajat. Contoh : sehat dan kuat.
Frase parataksis : tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit. Contoh : sawah ladang.
6.3.2.4 Frase apositif : kedua komponen saling merujuk, urutan dapat dipertukarkan.
6.3.3 Ciri-ciri Frase
Dapat diperluas : – Untuk menyatakan konsep-konsep khusus atau sangat khusus
Pengungkapan konsep dinyatakan dengan leksikal
Memberi deskripsi secara terperinci
Contoh : kereta – kereta api – kereta api ekspres – dst.
6.4 Klausa
6.4.1 Klausa : satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkonstruksi produktif (kata + frase) s + P wajib – berpotensi menjadi kalimat.
Beda objek dengan pelengkap
– 25 Berada di belakang verba transitif – 27 Tidak berada di belakang verba transitif
-26 Dapat dijadikan Subjek Objek Pelengkap -28 Tidak dapat dijadikan subjek

6.4.2 Jenis Klausa
Klausa bebas : unsur-unsur lengkap, berpotensi menjadi kalimat mayor.
Klausa terikat : tidak punya potensi menjadi kalimat mayor.
Klausa atasan, klausa bawahan : ada dalam kalimat majemuk.
Klausa non verbal : predikatnya bukan verbal lazim
Klausa verbal : predikatnya berupa verbal
Klausa verbal transitif, intransitif, refleksif, resiprokal.
Klausa nominal : predikat berupa nominal
Klausa adjektifal : predikat berupa adjektif
Klausa adverbal : predikat berupa adverbia
Klausa preposional : predikat berupa frase yang berkategori preposisi (biasanya berubah menjadi klausa verbal yang dilengkapi keterangan).
Klausa numeral : predikat berupa frase numeralia (biasanya berubah menjadi klausa verbal).
6.5 Kalimat
6.5.1 Kalimat : susunan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi konjungsi, disertai dengan nasi final.
6.5.2 Jenis kalimat
6.5.2.1 Kalimat inti dan kalimat non inti
Kalimat inti : kalimat dasar
Kalimat non inti : sudah mengalami transformasi (pemasifan, pengingkaran, penanyaan, pemerintahan, penambahan dll).
6.5.2.2 Kalimat tunggal : klausanya tunggal
Kalimat majemuk : klausanya lebih dari satu .
Kalimat setara : dihubungkan dengan kojungsi dan, atau, tetapi, lalu.
Kalimat bertingkat : dihubungkan dengan kojungsi kalau, karena, meskipun (campuran koordinatif dan campuran subordinatif)
6.5.2.3 Kalimat mayor : sedikitnya memiliki S + P
Kalimat minor : bisa berupa kata
6.5.2.4 Kalimat verba : predikat berupa verba (verba transitif, intransitif, aktif, pasif, dinamis)
Kalimat non verba : predikat berupa nomina, ajektif, adverbia, numeralia
6.5.2.5 Kalimat bebas : dapat berdiri sendiri (biasanya sebagai pemula paragraf)
Kalimat terikat : tidak dapat berdiri sendiri
6.5.3 Intonasi kalimat : tekanan, tempo, nada
6.5.4 modus, aspek, kala, modalitas, fokus dan diatesis
Modus : pengungkapan suasana psikologis seseorang
Macam : modus deklaratif, modus optatif, modus imperatif, modus obligatif, modus desideratif, modus kondisional.
Aspek : cara pandang terhadap sesuatu kondisi, kejadian, proses.
Macam : aspek kontinuatif, aspek inseptif, aspek progesif, aspek repetitif, aspek perfektif, aspek imperfektif, aspek sesatif.
Kala/ Tenses : menyatakan waktu terjadinya kejadian (lampau, sekarang dan yang akan datang).
Modalitas : menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan.
Macam : modalitas intersional, modalitas epistemik, modalitas deontik, modalitas dinamik.
Fokus : menonjolkan bagian kalimat dengan cara memberikan tekanan pada kalimat yang difokuskan, mengedepankan bagian kalimat, memakai partikel “pun, yang, tetang, adalah”, mengontraskan dua bagian kalimat, menggunakan konstruksi posesif.
Diatesis : gambaran pelaku dengan perbuatan.
Macam : diatesis aktif, diatesis pasif, diatesis refleksi, diatesis resiprokal, diatesis kausatif.
6.6 Wacana
6.6.1 Wacana : satuan bahasa yang lengkap (grametika tertinggi)
6.6.2 Untuk membuat wacana yang kohesif (baik) dan koherens (utuh dan dalam satu ujaran) alat-alat gramatikalnya adalah konjungsi, kata ganti, elipsin (penghilangan kata yang sama).
Sedangkan dalam sematik kita bisa menggunakan : hubungan perbandingan, pertentangan, generik spesifik atau sebaliknya, sebab akibat, tujuan, rujukan.
6.6.3

Wacana
Prosa Puisi
Narasi
Eksposisi
Persuasif
Argumentasi

6.6.4 Sub satuan wacana
Bab

Sub bab

Paragraf terdiri dari kalimat utama dan kalimat penjelas

Sub paragraf
6.7 Catatan mengenai hierarki satuan
Urutan hierarki
Fonem – morfem – kata – frase – klausa – kalimat – wacana


Nama : Sri Wahyuni

NIM : 1402408282

BAB 5

TATARAN LINGUISTIK (2)

MORFOLOGI

Satuan bunyi terkecil dari arus ujaran disebut fonem. Diatas satuan tersebut disebut silabel/suku kata. Diatas silabel ada satuan yang fungsional yaitu morfem yang merupakan satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna.

Tata bahasa tradisional tidak mengenal konsep morfem. Konsep morfem baru diperkenalkan oleh kaum strukturalis pada awal abad ke-20.

IDENTIFIKASI MORFEM

Suatu satuan bentuk dikatakan sebuah morfem apabila bentuk tersebut dapat hadir secara berulang-ulang dengan bentuk lain.

Contoh:1.kedua (ke mempunyai makna menyatakan tingkat)

2.kepasar (ke mempunyai makna menyatakan tujuan)

Makna ke pada kedua contoh diatas bukanlah morfem yang sama tetapi berbeda meskipuN bentuknya sama. Jadi,kesamaan arti dan kesamaan bentuk merupakan ciri/identitas sebuah morfem.

Suatu satuan bentuk berstatus sebagai morfem dengan lambang mengapitnya diantara kurung kurawal.

Misal: kedua menjadi {ke} +{dua}

MORF dan ALOMORF

Morfem adalah bentuk yang sama,yang terdapat berulanh-ulang dalam satuan bentuk yang lain. Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama disebut alomorf. Morf dan alomorf adalah dua nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf,nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya sedangkan alomorf sudah diketahui statusnya.

Contoh:alomorf dari me-,mem-,men-,meny-,meng-,menge- disebut meN- (me-nasal)

KLASIFIKASI MORFEM

1. Morfem Bebas dan Morfem Terikat

Morfem bebas yaitu morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Contoh: pulang,makan. Sedangkan morfem terikat yaitu morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Contoh: semua afiks.

Hal yang perlu dikemukakan berkenaan morfem terikat :

· Bentuk juang,henti,gaul termasuk morfem terikat dan disebut prakategorial (Verhaar 1978)karena tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa mengalami proses morfologi.

· Bentuk baca,tulis juga termasuk prakategorial walaupun dapat muncul dalam kalimat imperatif.

· Morfem unik yaitu hanya bisa muncul dalm pasangan tertentu (morfem terikat).Contoh:renta hanya muncul dalam tua renta.

· Preposisi dan konjungsi,secar morfologis termasuk morfem bebas tetapi secara sintaksis merupakan bentuk terikat.

· Klitika yaitu bentuk singakat terdiri satu silabel,muncul dalam pertuturan melekat pada bentuk lain,tetapi dapat dipisahkan. Klitika terbagi menjadi proklitika (Contoh: ku pada kubawa) dan enklitika (Contoh:-lah pada dialah). Klitika adalah morfem yang agak sukar ditentukan apakah terikat atau bebas.

2. Morfem Utuh dan Morfem Terbagi

Semua morfem bebas dan sebagian morfem terikat termasuk morfem utuh. Sedangkan morfem terbagi adalah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah. Contoh : kesatuan terdiri dari satu morfem utuh {satu} dan satu morfem terbagi {ke-/-an}.

Hal yang diperhatikan dalam morfem terbagi :

o Semua afiks yang disebut konfiks {ke-/-an},{ber-/-an},{per-/-an},{pe-/-an} termasuk nmorfem terbagi.

o b. Infiks yaitu afiks yang disisipkan ditengah mengubah morfem utuh menjadi morfem terbagi. Contoh : {gigi} + {er-} à gerigi {g-/-igi}

3. Morfem Segmental dan Suprasegmental

Morfem segmental adalah merfem yang terbentuk oleh fonem segmental (semua morfem berwujud bunyi) contoh: {lihat},{lah},{sikat}. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yangdibentukunsur-unsur suprasegmental seperti tekanan,nada,durasi

4. Morfem Beralomorf Zero/nol Ø

Morfem beralomorf Zero adalah morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental) melainkan berupaa kekosongan.

Contoh :bentuk jamak sheep à {sheep} + { }

5. Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem tidak Bermakna Leksikal.

Morfem bermakna leksikal adalh morfem yang secara inheren memiliki makna pada dirinya sendiri tanpa perlu berproses dulu dengan morfem lain. Contoh :{kuda{,{lari}. Sebaliknya morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri keculi melalui proses morfologi. Contoh : morfem afiks {ber-},{me-},{ter-}

ISTILAH KAJIAN MORFOLOGI

1. Istilah Morfem dasar,biasa digunakn sebagai dikotomi dengan morfem afiks. Morfem dasar ada yang morfem terikat dan ada yang morfem bebas. Morfem dasar dapat menjadi bentuk dasar (base) dalam suatu morfologo.

2. Istilah bentuk dasar (base) digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Contioh :keanekaragaman bentuk dasarnya aneka ragam.

3. Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi. Contoh :kata books pangkalnya book.

4. Akar (root) digunakan menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh/bentuk yang tersisa setelah semua afiksnya. Contoh : untouchables akarnya touch.

KATA

1. Hakikat Kata

Kata adalah satuan bahasa yang memilii satu pengertian,deretan huruf yang diapit dua buah spasi dan mempunyai satu arti. Tata bahasawan strktural penganut aliran Blomfield membicarakan kata sebagai morfeb bukan sebagai satuan lingual. Kata adalah satuan bebas terkecil (a minimal free form) tidak pernah diulas seolah-olah sudah bersifat final.

2. Klasifikasi Kata (penggolongan/penjenisan kata/part of speech)

Proses klasifikasi tidak pernah tertuntaskan karena setiap bahasa mempunyai cirinya masing-masing dan criteria yang digunakan untuk membuat kata bermacam-macam. Klasifikasi memang perlu karena dapat mengetahui pengidentifikasian cirri-ciri sebuah kata dan dapat memprediksikan penggunaan kata itu dalam ujaran.

3. Pembentukan Kata

Untuk dapat diguanakan dalam kalimat,maka setiap bentak dasar harus dibentuk menjadi sebuah kata gramatikal baik melalui afiksasi,reduplikasi maupun komposisi.

Pembentukan kata mempunyai dua sifat :

· Inflektif

Perubahan/penyesuain bentuk pada verba disebut konyugasi dan perbahan pada nomini/adjektiva disebut deklinasi. Paradigma infleksinal adalah sebuah kata yang memiliki identitas leksikal sama hanya bentuknya yang berbeda yang disesuaikan dengan kategori garamatikalnya. Inflektif tidak membentuk kata baru.

· Derivatif

Pembentukan kata derivative/dervasional membentuk kata baru,kata yang identitas leksikalnya tidak sam dengan kata dasarnya. Contoh : sing(v)menyanyi menjadi singer(n)penyanyi.

PROSES MORFOLOGI

Afiksasi

Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah bentuk dasar dengan melibatkan unsur dasar,afiks dan makna gramatikal yang dihasilkan. Sedangkan afiks adalah sebuah bentuk berupa morfem terikat yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.

Macam-macam afiks :

1. Prefiks yaitu afiks yang diimbuhkan dimuka bentuk dasar. Contoh:me- pada menari

2. Infiks yaitu afiks yang diimbuhkan ditengah bentuk dasar. Contoh: -el- pada telunjuk

3. Sufiks yaitu afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir. Contoh:-an pada bagian

4. Konfiks yaitu afiks yang berupa morfem terbagi.Contoh: per-/-an

5. Sirkumfiks yaitu sebutan afiks yang bukan konfiks/afiks Nasal seperti ngopi,nembak

6. Interfiks yaitu infiks/elemen penyambung yang muncul dalam proses penggabungan dua buah unsur (bahasa Indo German)

7. Tranfiks yaitu afiks yang berwujud vokal-vokal yang dimbuhkan pada keseluruhan dasar (bahasa Semit/Arab/Ibrani)

Reduplikasi

Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar,baik secara keseluruhan,sebagian/parsial maupun perubahan bunyi. Menurut Sutan Takdir Alisjahbana terdapat reduplikasi semu yaitu hasil reduplikasi tetapi tidak jelas bentuk dasar yang diulang. Contoh:mondar-mandir.

Reduplikasi dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda yaitu :

· Dwilingga yakni pengulangan morfem dasar (meja-meja)

· Dwilingga salin swara (bolak-balik)

· Dwipurwa yakni pengulangan silabel pertama (lelaki)

· Dwiwasana yakni pengulangan pada akhir kata (cengengesan)

· Trilingga yakni pengulangan morfem dasar sampai dua kali (dag-dig-dug)

Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis/infleksional contoh: kecil-kecil dan dapat bersifat derivasional contoh : laba-laba dari kata laba.

Komposisi

Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar,baik yang bebas maupun terikat sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda. Contoh :merah darah berarti merah seperti warna darah,lemari besi berarti lemari yang dibuat dari besi.

Konversi,Modifikasi internal dan Suplemasi

Konversi/derivasi zero/transmutasi/transposisi adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental.

Contoh : Ayah membeli cangkul àcangkul(n)

Cangkul dulu baru ditanami à cangkul(v)

Modifikasi Internal adalah pembentukan kata dengan penambahan unsure-unsur (vocal) kedalam morfem yang berkerangka tetap (konsonan)

Suplemasi adalah proses perubahan yang ekstrem karena cirri-ciri bentuk dasar tidak tampak lagi. Contoh :go menjadi went.

Pemendekan

Pemendekan adalah proses penanggalan bagian leksem/gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat,tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya.

Macam-macam Pemendekan :

· Penggalan adalah pengekalan satu/dua suku pertama dari bentuk yang dipendekan. Contoh : dok dari dokter

· Singkatan adalah hasil proses pemendekan yang berupa :

· Pengekalan awal dari sebuah leksem,contoh : R (Radius)

· Pengekalan beberapa huruf dari sebuah leksem,contoh : hlm(halaman)

· Pengekalan huruf pertama dikombinasi dengan penggunaan angka untyuk pengganti huruf yang sama,contoh : P3(Partai Persatuan Pembangunan)

· Pengekalan dua,tiga,empat huruf pertama dari sebuah leksem,contoh : Ny(Nyonya)

· Pengekalan huruf pertama dan huruf terakhir dari sebuah leksem,contoh : Fa (Firma)

· Akronim adalah hasil pemendekan yang berupa kata,dapat dilafalkan sebagai kata. Contoh : ABRI(Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)

Produktivitas Proses Morfemis

Produktivitas adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu digunakan berulang-ulang secara relative tak terbatas (ada kemungkinan menambah bentuk baru dari proses tersebut).

Proses Inflektif bersifat tertutup sehingga tidak produktif sedangkan proses derivasi bersifat terbuka sehingga produktif.

Bloking adalah tidak adanya sebuah bentuk yang seharusnya ada karena adanya bentuk lain (Aronoff 1976:43,Bauer 1983:87) Contoh :ada kata bad dan small yang menyebabkan tidak ada kata ungood dan unbig.

MORFOFONEMIK

Morfofonemik/morfofonologi/morfonologi adalh berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis baik afiksasi,reduplikasi maupun komposisi.

Contoh : me- berubah menjadi mem-,men-,meny-,meng-,menge-,me-.

· me- + /b/,/p/ à mem- (membeli)

· me- + /d/,/t/ à men- (mendengar)

· me- + /s/ àmeny- (menyikat)

· me- + /g/,/k/à meng (menghitung)

· me- +/l/,/r/ àme- (melatih)

· me- + satu suku kata à menge- (mengebom)

Perubahan fonem dalam proses morfofonemis :

1. Pemunculan fonem, contoh : me- + baca membaca (muncul konsonan sengau /m/)

2. Pelesapan fonem, contoh : sejarah + wan sejarawan (fonem /h/ menjadi hilang)

3. Peluluhan fonem, contoh : me- + sikat menyikat(/s/ diluluhkan dan berganti bunyi nasal /ny/)

4. Perubahan fonem, contoh : ber- + ajar belajar(fonem /r/ berubah menjadi /l/)

5. Pergeseran fonem yaitu pindahnya sebuah fonem dari silabel yang satu kesilabel yang lain, contoh : jawab + an jawaban(fonem /b/ yang semula pada /wab/ pindah ke /ban)

Nama :Nanang Sholikhin
Nim : 1402408304

Fonologi
Ketika kita mendengar orang berbicara, kita akan mendengar rentetan bunyi yang terus menerus yang kadang naik turun dan ada jeda sejenak. Runtutan bunnyi ini dapat disegmentasikan yang didasari dengan tingkatan-tingkatan kesatuan yang ditandai dengan adanya jeda yang ada dalam rentetan bunyi. Segmentasi ini selanjutnya dapat dibagi bagi menjadi silabels. Silabels adalah satuan runtutan bunyi yang ditandai dengan satu satuan bunyi yang paling nyaring yang dapat disertai atau tidak oleh sebuah bunyi lain di depannya, di belakangnya atau sekaligus keduanya.
Runtutan bunyi-bunyi ini selanjutnya dikaji lebih lanjut dalam bidang linguistik oleh Fonologi yang secara etimologi terbentuk dari kata fon yang artinya bunyi dan logi yang artinya ilmu. Menurut hiaerarki satuan bunyi yang menjadi objek fonologi dibagi dua yakni fenotik dan fenomenik. Secara umum dapat dijelaskan fenotik berarti cabang fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatiakan apakah bunyi tersebut memiliki fungsi sebagai pembeda makna. Sedangkan fenomenik adalah cabang fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi sebagai pembeda makna.
Fenotik
Seperti sudah disebut di muka fenotik adalah cabang fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut memiliki fungsi pembeda makna atau tidak. Kemudian menurut proses pembuatan bunyi fenotik dibagi menjadi tiga fenotik yakni fenotik artiokularis, fenotik akustik dan fenotik auditoris. Fenotik artikularis mempelajari mekanisme bagaimana alat bicara manusia menghasilkan bunyi bahasa serta klarifikasi. Sedangkan fenotik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa alam. Sedangkan fenotik auditoris mempelajari penerimaan bunyi bahasa oleh telinga kita. Dalam linguistik fenotik yang lebih ditekankan adalah fenotik artikularis, hal ini disebabkan fenotik artikularis yang berkenaan dengan masalah pembentukan bunyi bahasa, fenotik akustik lebih berkenaan dengan ilmu fisika sedangkan fenotik auditoris dengan ilmu kedokteran.
Dalam fenotik artikularis yang pertama harus dibahas adalah alat ucap, yakni yang berfungsi sebagai bunyi bahsa. Bunyi-bunyi yang dihasilkan alat ucap dinamai sesuai alat ucap yang menghasilkan bunyi tersebut, tapi sistem penamaannya dengan bahasa latin misal bunyi yang dihasilkan gigi dinamai dentis sedang mulut labio dan seterusnya. Dan bila buny dihasilkan oleh dua alat ucap maka system penamaannya menggabung kedua nama latin alat tersebut misal bunyi yang dihasilkan oleh gigi dan bibir bagian atas labiodental.
Dalam studi linguistik dikenal adanya beberapa macam sistem tulisan dan ejaan diantaranya tulisan fenotik untuk ejaan fenotik, tulisan fenomis untuk ejaan fenomisdan system aksaraq tertentu untuk ejaan ortografis. Tulisan feotik yang dibua untuk kajian feotik merupakan dibut berdasarkan huruf-hurf aksara latin yang ditambah dan sejumlah modifikasi terhadap huruflatin. Dalam tulisan fenotik melambangkan satu bunyi bahasa berbeda dengan tulisan fenomis hanya yang distingtif saja yang bersimbol.
Bunyi diklasifikasikan menjadi dua yakni bunyi vocal dan bunyi konsonan. Bunyi vocal terbentuk dari arus udara yang melewati pita suara yang terbuka sempit, sehinga menyebabkan pita suara bergetar lalu kemudian arus udara keluar melalui rongga mulut tanpa mendapat hambatan. Bunyi konsonan terbentuk dari arus udara yang melewati pita suara yang terbuka sempit atau terbuka agak lebar kemudian arus udara diteruskan ke ronga mulut atau rongga hidung dengan mendapat hambatan dari artikulasi tertentu. Bunyi konsonan ada yang bersuara ada yang tidak, yang brsuara terjadi saat pita suara terbuka sedikit dan yang tidak bersuara terjadi saat pita suara terbuka agak lebar.
Klasifikasi vokal, bunyi vokal diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan posisi lidahdan bentuk mulut menurut poisi lidah bisa bersifat vertical dan horizontal. Vertikal dibagi lagi menjadi vokal tinggi,tengah dan rendah. Secara horizontal dibagi menjadi vokal depan, pusat dan belakang. Menurut bentuk mulut dibagi atas vokal bundar dan tak bundar, disebut vokal bundar karena mulut membundar saat mengucakan vokal ini dan sebaliknya mulut tidak membundar waktu mengucapkan vokal.
Diftong atau vokal rangkap keragaman bunyi ini diseut demikaian karena terjadi karena posisi lidah waktu mengucapkan vokal pda awal dan akhir berbeda. Walaupun posisi lidah tidak sama tetapi hanya mengahasilkan satu bunyi hal ini karena hanya terdapat dalam satu silabel. Misalnya (au) pada kata kerbau serta (ai) pada kata landai diftong dibagi dua berdasarkan letak unsurnya. Diftong naik dan diftong turun, disebut diftong naik karena bunyi pertam,a lebih rendah posisinya daripada bunyi kedua. Sebaliknya diftong turun karena unsur pertama lebih tinggi dari pada unsur. Pembagian ini tida menurut posisi lidah melainkan kenyaringan unsur-unsurnya.
Klasifikasi konsonan, pembagian konsonan terdiri dari tiga criteria yakni posisi pita suara,tempat artikulasi dan cara artikulasi. Berdasarkan posisi pita suara bunyi konsonan dibagi menjadi bunyi bersuara dan tidak bersuara. Berdasarkan tempat artikulasi dibagi menjadi bilabial(kedua bibir), laboiodental(gigi bawah dan bibir atas), laminoalveolar(daun lidah dan gusi), dorsovelar(pangkal lidah dan velum). Berdasarkan cara artikulasi bunyi konsonan dibagi atas hambat, geseran., paduan, sengauan, getaran, samping dan hampiran.
Unsur suprasegental dalam fenomenik biasanya dibagi atas 3 bagian yakni tekanan manyangkut keras lunaknya bunyi, nada berkenaan dengan tinggi rendahnya bunyi, jeda atau persendian berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujaran.
Fenomenik
Seperi yang tertulis diatas fonemenik adalah cabang fonologi yang mengkaji bunyi yang memiliki fungsi sebagai pembeda makna.dalam fonemik ini kita pertama akan mengkaji fonem yakni bunyi yang berfungsi sebagai pembeda makna.
Identifikasi fonem, untuk mengetahui bunyi itu sebagai fonem atau tidak kita harus mencari sebuah satu satuan bahasa biasanya kata yang mengandung bunyi tersebut lalu membandingkan dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan kata yang pertama dengan kata lain kita harus membandingkan dengan pasangan minimalnya. Kalau ternyata kedua satuan bahasa ini berbeda satuan maknanya, makabunyi tersebut adala fonem.
Alofon adalah bunyi-bunyi yang merupakan realisasi dari fonem. Pendistribusian alofon terbagi menjadi duayakni bersifat komplementer dan bersifat babas. Yang disebut bersifat komplementer adalah distri busi saling melengkapi distribusi yang tidak dapat dipisahkan meskipun dipisahkan juga tidak akan menimbulkan perubahan makna.Yang dimaksut bersifat pendistribusian bebas adalah alofon alaofon itu dapat digunakan tanpa persyaratan lingkungan bunyi tertentu. Kalau diperhatkan bahwa alofon merupakan realisasi dari fonem maka dapat dikatakan bahwa fonem bersifat abstrak karena fonem itu hanyalah abstraksi dari alofon atau alofon-alofon lain. Dengan kata lain yang nyata dalam bahasa adalah alofon.
Klasifikasi fonem klasifikasi fonem pada dasarnya sama dengan klasifikasi bunyi yakni fonem vokal dan fonem konsonan, bedanya bila bunyi vokal dan konsnan itu banyak sekali maka fonem vokal dan konsonan agak terbatas yakni bunyi yang membedakan makna saja. Fonem-fonem yang merupakan segmentasi dari arus ujaran disebut fonem segmental. Sebaliknya fonem yang berupa unsur-usur supra segmental disebut fonem supra semental. Jadi pada tingkatan fonemik ciri-ciri persodi seperti tekanan, durasi serta nada bersifat fungsional atau yang dapat membedakan makna. Penamaannya juga mirip dengan proses penamaan bunyi.
Khasanah fonem, yang dimaksut khasanah fonem adalah banyaknya fonem yang terdapat dalam suatu bahasa, fonem suatu bahasa tidak tergatung dengan bahasa lain. Perbedaan jumlah ini jua bias terjadikarena perbedaan tafsir para ahli yang mengkaji suatu bahasa.
Perubahan fonem
Hal ini berarti suatu fonem berubah identitasnya menjadi fonem yang lain. Perubahan yang pertama adalah asimilasi, peristiwa berubahnya bunyi menjadi bunyi yanglain sebagai akibat dari bunyi yang da dilingkungannya. Menurut perubahan identitas fonemnya asimilasi dibagi menjadi dua yakni asimilasi fonemis dan asimilasi fonetis. Menurut letak bunyi yang berubah dan yang mempengaruhi perubahan dibagi menjadi tiga yakni asimilasi progresif, asimilasi regresif dan asimilasi resiprok. Perubahan yang kedua yakni netralisasi dan aukifonem. Netralisasi adalah suatu fonem dilafalkan sama tetapi menjadi berbeda waktu dieja karena suatu system bahasa. Aukifonem adalah suatu fonem yang bisa memiliki dua wujud dalam peristilahan linguistik. Umlaut, ablaut dan haromi vokal ketiganya adlah perubahan fonem yang ketiga. Umlaut adalah perubahan vokal sedemikian rupa sehingga menyebabkan vokal menjadi yang lebih tinggi akibat vokal yang brikutnya lebih tinggi. Ablaut adalah perubahan vikal yang kita temukan dala bahasa indo jerman untuk menandai pelbagai fungsi gramatikal. Berbeda dengan amlaut, amlaut hanya terbatas pada peinggian vokal karena karena pengaruh bunyi berikutnya tinggi. Tidak terbatas eninggian bunyi ablaut bisa juga pemanjangan, pemendekan atau penghilangan vokal. Harmoni vokal hal ini berarti keselarasan vokal yang dikarenakan penambahan imbuhan (misal pada basa jawa akhiran –en) dan perubahan sifat (tunggal menjadi jamak pada bahasa turki) Perubahan yang keempatn yakni kontraksi, kontraksi berarti menyingkat atau memperpendek kata dalam proses percakapan pemendekan ini biasanyahilangnya sebuah fonem atau lebih.
Dari uraian datas kita mengetahi bahwa fonem adalah satuan bunyi terkecil yang fungsional atau berarti dapat membedakan makna serta grahem yakni huruf yang digunakan dari aksara latin untuk menuliskan fonem sesuai sistem bahasa yang berlaku.



  • cakrabuwana: Dari : Dita Priska P.S (1402408072) Untuk : Mita Yuni H (1402408331) menurut saya resume yang anda buat cukup bagus dan lengkap. semua sub bab dij
  • cakrabuwana: Dari : Ruwaida Hikmah (1402408236) Buat : Titis Aizah (1402408143) Menurut saya resume yang anda buat sudah cukup bagus dan sistematis. Setiap sub
  • cakrabuwana: cakra data yg km upload da yg slh(namanya keliru) di data upload tlsnnya 'linguistik morfologi winda (seharusnya namanya LIHAYATI HASANAH) tlg di betu

Kategori